Halaman

26 April 2012


Fisiology Pembentukan Urine.

Glomerulus. Pembentukan urine mulai di glomerulus tempat dimana darah disaring. Aliran darah ke glomerulus pada kedua ginjal kurang lebih 1200 cc/menit. Membran semipermiabel disekeliling permukaan paling luar dari glomerulus yang mengijinkan terjadinya filtrasi (gbr. 5). Tekanan darah dalam kapiler glomerular menyebabkan darah tersaring kedalam kapsul Bowman, dimana darah mulai turun ke bawah ke tubulus. Filtrasi menjadi lebih cepat dalam glomerulus daripada di jaringan kapiler biasa karena sifat menyerapnya membran glomerulus (gbr.4). Ultrafiltrasi sama seperti dalam komposisi darah kecuali bila sel-sel darah kurang, platelet, dan protein plasma banyak. Permiabilitas kapiler meningkat pada banyak penyakit ginjal, yang mengijinkan plasma protein lolos ke dalam urine.

Jumlah darah yang tersaring oleh glomerulus pada waktu tertentu disebut sebagai glomerular filtration rate (GFR). GFR normal kurang lebih 125 cc/menit. Tetapi rata-rata hanya 1 cc/menit yang tertinggal sebagai urine.

Gbr.4. Filtrasi di nephron

Fungsi Tubular. Karena fungsi membran glomerular adalah menyaring senyawa-senyawa terutama oleh ukuran, ketentuan dibuat untuk menyerap kembali material-material penting dan mengekskresi yang tidak penting (tabel 1). Tubulus dan duktus kolektivus melaksanakan fungsi ini dengan cara reabsorbsi dan sekresi (gbr. 6). Reabsorbsi artinya menyerapnya substansi dari lumen tubulus melalui sel tubulus dan ke dalam kapiler-kapiler. Proses ini melibatkan transport aktif dan pasif. Sekresi tubulus artinya menyerapnya senyawa-senyawa dari kapiler-kapiler melalui sel tubulus ke dalam lumen tubulus.

Pada tubulus convoluted proksimal kurang lebih 80% elektrolit diserap kembali. Normalnya, semua glukose, asam amino, dan protein diserap kembali. Ion Hydrogen (H+) dan creatinin  disekresi ke dalam filtrat.

Pada Loop of Henle, penyerapan kembali atau reabsorbsi berlanjut. Pada ascending limb, ion Cl- (Chlorida) secara aktif di rearbsorbsi, yang diikuti secara pasif oleh ion sodium (Na +). Kurang lebih 25% dari sodium yang terfiltrasi diserap kembali disini. Loop of Henle juga sangat penting dalam merubah air dan dengan demikian memekatkan filtrat.

Dua fungsi penting dari tubulus convoluted distal adalah pengaturan akhir dari keseimbangan air dan asam basa. Pada tubulus distal peran hormon tertentu menjadi penting. Hormon antidiuretic (ADH), dilepaskan oleh pituitary posterior, diperlukan untuk rearbsorbsi air. Dengan adanya ADH, tubulus menjadi lebih permiabel terhadap air, yang membolehkan air kembali ke sirkulasi. Pada keadaan tidak ada ADH dalam tubulus secara praktis tidak permiabel terhadap air dan air yang ada di dalamnya keluar dari tubuh sebagai urine (gbr. 5).

Gbr. 5.  Feed back negatif pengaturan sekresi hormon antidiuretik (ADH)

Jika ada aldosteron (dilepaskan dari cortex adrenal) aktif pada tubulus distal, maka terjadilah penyerapan kembali air dan Na+ (Gbr.6). Dalam pertukaran dengan Na+, ion potassium (K+) diekskresi.

Parathormon dilepaskan dari kelenjar parathyroid. Hormon ini disekresi bila kadar serum Calsium rendah. Akibat lanjutnya adalah rearbsorbsi ion calcium di tubular meningkat dan penyerapan kembali ion Phosphat (PO4 2- ) menurun. Oleh karenanya, kadar serum calcium meningkat.

Pengaturan asam-basa mencakup rearbsorbsi dan mengubah paling banyak bicarbonat (HCO3-), dan mensekresi H+ yang kelebihan. Fungsi tubulus distal yang lainnya adalah mempertahankan pH cairan ekstrasel (ECF) dalam rentang  antara 7.35-7.45. pada tubulus distal, ion K+ juga disekresi ke dalam filtrat. Ketika filtrat meninggalkan tubulus dan masuk ke dalam duktus kolektivus, disebut urine. Pemekatan terakhir air terjadi di duktus kolektivus.

Fungsi dasar dari nephron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari senyawa-senyawa yang tidak perlu. Setelah glomerulus menyaring darah, tubulus memisahkan cairan tubulus dari porsi yang diinginkan dan porsi yang tidak diinginkan. Porsi yang diinginkan dikembalikan ke darah dan yang tidak diinginkan dikeluarkan ke dalam urine. Dari yang difiltrasi 125 cc/menit, 1 cc nya menjadi urine; dan 124 cc dikembalikan ke darah.

Gbr.6. Feed back negatif dan positif pengaturan sekresi renin-angiotensin-aldosteron

Ureter
Ureter adalah tabung yang panjangnya 25-35 cm dan diameter 2-8 mm yang melewatkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Transportasi urine dari ginjal ke kandung kemih dibantu oleh kontraksi peristaltic 1-5 kali permenit. Ureter dipersyarafi oleh serabut-serabut syaraf sympatic dan parasympatic. Serabut syaraf afferent dari ureter memegang peranan penting dalam merangsang nyeri akut yang hebat (kolik renal) karena sumbatan dan lewatnya batu ureter.

Pada saat ureter masuk kandung kemih bungkusan mukosa membran saraf seperti katup uretero-vesical yang mencegah kembalinya urine ke dalam ureter saat kandung kemih berkontraksi. Karena pelvis renal menampung urine hanya 3-5 cc, maka ginjal bisa rusak akibat urine balik ke area ini.

  
Gbr. 7a. Ureter dan hubungannya
             ke ginjal dan kandung kemih                                               
7b. Posisi ureter saat masuk ke
      dinding kandung kemih


Kandung kemih
Kandung kemih adalah kantong penyimpanan yang berlipat-lipat yang terdiri dari jaringan otot yang elastis yang mampu mengembang (Gbr. 8). Fungsi utamanya adalah bekerja sebagai penampung urine. Dengan demikian, bila tampungan urine dalalm kandung kemih sudah mencapai 200-250 cc akan menyebabkan distensi ringan dan timbul keinginan untuk mengeluarkan urine atau berkemih. Ketika jumlah urine mencapai 400cc, rasa tidak nyaman mulai muncul. Proses pengosongan kandung kemih disebut micturition. Bisa juga menggunakan Istilah berkemih dan urinasi. Kapasitas kandung kemih beragam pada setiap individu, berkisar antara 1000 -1800cc.

Keinginan untuk berkemih tergantung pada keutuhan stretch reseptor pada dinding kandung kemih. Kandung kemih yang menggelembung merangsang stretch receptor, menyebabkan refleks kontraksi kandung kemih dan bersamaan dengan relaksasi dari spinchter internal. Kondisi ini diikuti dengan relaksasi sphincter eksternal, dibawah kontrol voluntary, dan pengosongan kandung kemih (Gbr. 9a, dan 9b). Serabut-serabut saraf parasimpatik dalam kandung kemih secara aktif dilibatkan dalam micturition, koordinasi kontraksi bladder, dan relaksasi sphincter.

        

Gbr. 9a. Pengontrolan refleks miksi yang     
             sederhana saat secara sadar ingin 
             berkemih
Gbr. 9b. Pengontrolan refleks miksi, saat
             secara sadar ingin berkemih

Kontraksi voluntary dari spinkter eksternal yang terdiri dari otot skeletal, merupakan reaksi yang dipelajari, karena tergantung dari ketepatan fungsi neurologyc. Injury pada saraf yang mempersarafi kandung kemih, urethra, spinal cord, atau motor area dari korteks dapat mengakibatkan incontinence. Nyeri atau kesulitan urineren merupakan kondisi abnormal dan perlu perhatian medik yang segera. Mukosa membran dinding  kandung kemih memiliki kemampuan phagositosis. Aliran urine yang searah dari ginjal ke kandung kemih juga menjaga melawan infeksi yang asending atau naik.

Keluaran urine atau urine out put normalnya kurang lebih 1500 cc/hari, yang bervariasi tergantung makanan dan minuman yang dikonsumsi. Volume urine yang dihasilkan pada malam hari kurang  dari setengah dari yang dihasilkan pada siang hari sebagai akibat pengaruh hormonal. Pola diurnal dari urineren ini normal. Banyak orang urineren 5-6 kali sehari dan jarang pada malam hari.


Gbr.8. penampang kandung kemih yang menunjukkan area trigone (segitiga)

Urethra

Urethra merupakan saluran kecil yang keluar dari kandung kemih ke bagian luar dari tubuh (Gbr. 10). Fungsi utamanya adalah mengeluarkan urine. Panjangnya pada wanita 3-5 cm dan letaknya tepat dibelakang symphysis pubis dan anterior vagina. Panjang urethra pria kurang lebih 20 cm,  berasal dari kandung kemih dan memanjang sepanjang penis. Fungsinya sebagai saluran urine dan semen. Normalnya, urethra mengandung bakteria. Turbulansi urine yang mengalir melalui uretrha membilas juga debris dan bakteria. Mukosa membran urethra mengsekresi mukus yang bacteriostatic.

Fungsi ginjal yang lainnya

Selain fungsinya sebagai pengatur keseimbangan cairan dan komposisi cairan ekstrasel, ginjal juga berfungsi dalam memproduksi erythropoietin, produksi dan sekresi renin, dan menggiatkan vitamin D.

Erythropietin diproduksi dan dilepaskan sebagai tanggapan terhadap menurunnya tegangan oksigen dalam darah yang disupply ke ginjal. Erythropoietin merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. Defisiensi erythropoietin mengakibatkan anemia pada gagal ginjal. Vitamin D dimetabolisme oleh ginjal dari bentuk yang tidak aktif menjadi metabolit aktif. Gangguan fungsi ini menyumbang terjadinya renal osteodysthrophy.


Gbr. 10. Organ pelvik yang berhubungan dengan kandung kemih
dan urethra pada wanita (A) dan pria (B)

Renin penting dalam pengaturan tekanan darah (gbr. 6). dia dilepaskan dari sel-sel granular  arteriole afferent. Cel-cel ini bersama dengan macula densa dari tubulus distal convoluted dan cel-cel mesangial, membentuk juxtaglomrular aparatus. Renin dilepaskan sebagai respon terhadap menurunnya perfussi darah arterial, renal ischemia, deplesi ECF, norephinephrin, dan konsentrasi Na+ urine meningkat. Renin mengkatalisa pecahan dari plasma protein angiontensinogen kedalam angiontensin I, sesudah itu mengubahnya ke angiontensin II. Angiontensin II merangsang pelepasan aldosteron dari korteks adrenal, dan ini menyebabkan  retensi Na+ dan air, yang mengakibatkan peningkatan volume ECF. Angiontensin II juga menyebabkan penambahan vasokonstriksi periferal. Peningkatan ECF dan vasokonstriksi menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah, yang secara normal bertindak menghambat pelepasan renin. Produksi renin yang berlebihan bisa merupakan factor yang menyumbang pada etiology hypertensi renal.

Prostaglandin,
Prostaglandin (PGs) secara stuktur berhubungan dengan kelompok dari 20 carbon asam lemak dengan 5 cincin carbon. Mereka disintesa 0leh sebagian besar jaringan tubuh dari prekusor asam arrachnoid, sebagai tanggapan terhadap rangsangan yang tepat. PGs, yang terlibat dalam pengaturan fungsi sel dan defens host, menggunakan pengaruh utamanya pada sel-sel atau jaringan yang dekat dengan tempat dimana mereka disintesa.

Pada ginjal, syntesis PG terjadi terutama di medulla. Ginjal mengsekresi bermacam-macam PG. Selanjutnya PGs ini melakukan vasodilatasi untuk menambah peningkatan aliran darah ke ginjal dan menambah ekskresi Na+. Mereka melawan efek vasokonstriksi dari angiontensin dan norephinephrin. PGs renal bisa mempunyai efek sistemik dalam menurunkan tekanan darah dengan menurunkan tahanan tahanan systemic.

Makna dari PGs ini dikaitkan dengan peran ginjal dalam menyebabkan hypertensi. Pada gagal ginjal dengan hilangnya fungsijaringan parenchymal, faktor vasodilator renal ini juga hilang. Ini mungkin salah satu gaktor yang menumbang terjadinya hypertensi pada gagal ginjal.

24 April 2012

PEMERIKSAAN URINALISA



BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG
Praktikum kimia klinik dapat digunakan untuk melatih mahasiswa agar dapat belajar dan mengenal pemeriksaan urine secara makroskopis dan mikroskopis untuk membantu menegakkan suatu diagnosa penyakit. Urine yang normal jumlahnya adalah 1-2 liter sehari, tetapi cairan urine dapat meningkat volumenya sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukkan ke dalam tubuh kita.
Pada praktikum ini, kita akan mengenal dan lebih mendalami cairan urine secara kasat mata/makroskopik. Disini kita akan membahas peran dari urine dalam tubuh dan kelainan-kelainan yang terdapat pada urine.
Sebelum menilai hasil analisa urine, perlu diketahui tentang proses pembentukan urine. Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.Dari 1200 ml darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urine selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan dipelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain.
Selain itu praktikum kimia klinik dapat digunakan untuk melatih mahasiswa agar dapat belajar dan mengenal pemeriksaan reduksi urine untuk membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit. Makanan dan minuman yang dikonsumsi dapt memberikan efek negatif bagi tubuh kita. Salah satu contohnya yaitu penyakit diabetes melitus, yang merupakan penyakit yang timbul akibat tingginya kadar glukosa dalam tubuh, karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung banyak gula. Pada praktikum ini, kita akan mengenal dan lebih mendalami pemeriksaan reduksi urine secara mendetail.





B.   TUJUAN PERCOBAAN
1.    Makroskopis dan Mikroskopis urine
a.    Umum
1.    Untuk membantu mendiagnosa suatu penyakit.
2.    Untuk flow-up penyakit penderita.
3.    Mengetahui prognosa penyakit.
4.    Mengenali faal dan fungsi organ dalam tubuh.
b.    Khusus
1.    Mengetahui adanya kelainan dalam fraktus urineorius dan urogenitaris.
2.    Mengetahui adanya penyakit atau kelainan pada ginjal.
Untuk mengetahui adanya unsur-unsur yang berada dalam sedimen urine.
2.    Protein Urine
Untuk mengetahui adanya protein dalam urine
3.    Glukosa / Reduksi Urine
Mengetahui adanya glukosa dalam urine.
4.    Bilirubin Urine
Untuk melihat adanya bilirubin dalam urine.

C.   MANFAAT PERCOBAAN
1.    Menambah wawasan bagi penulis dalam pemeriksaan urine secara makroskopik.
2.    Memperdalam wawasan agar lebih mengetahui secara detail kelainan dalam urine dengan penyakit yang menyebabkannya.
3.    Sebagai masukan bagi pembaca dalam melaksanakan praktikum selanjutnya.

D.   PRINSIP PRAKTIKUM
a)     Makroskopis Urine
1.    Analisa penyakit secara makroskopis menggunakan masing-masing alat sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan.
2.    Untuk menggambarkan rupa urine harus dilakukan secepatnya setelah urine dikeluarkan dengan cahaya tembus yang mana urine dinyatakan dengan kuning tua, kuning muda dan ta berwarna.
3.    Celupkan kertas indikator ke dalam urine dimana perubahan warna yang terjadi menunjukkan pHnya, kertas itu kemudian dibandingkan dengan standar.
4.    Adanya bau semula yang ada pada urine yaitu NH3 cukup bermakna dalam membantu diagnosa.
5.    Bj urine diukur dengan urinometer yang mempunyai skala 1,000 – 1 (Bj aquades adalah 1000 pada temperatur 200C) dimana temperatur urine diperhatikan. Koreksinya terhadap hasil yang diperoleh.
b)        Mikroskopis urine
Untuk melihat adanya elemen-elemen (sel-sel, kristal-kristal dan sebagainya) dalam urine maka dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop. Hal ini dikerjakan dengan melakukan pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu sehingga elemen-elemen tersebut terpisah dari larutan supernatannya.
c)         Protein Urine
·         Tes dengan asan sulfosalicyl 20%  :  Adanya protein dalam urine dinyatakan dengan timbulnya kekeruhan setelah penambahan asam sulfosalicyl 20%.
·         Tes dengan asam acetat 6%  :  untuk menyatakan adanya protein dalam urine berdasar pada timbulnya kekeruhan. Pemberian asam asetat 6% akan lebih mendekatkan pada titik isoelektris. Sedangkan pemanasan selanjutnya untuk mengadakan denaturasi sehingga terjadilah presipitasi yang dinilai secara semikuantitatif.
d)        Reduksi Urine
Zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dlama larutan basa, seperti Cu, Bi, Hg, Fe.
Dalam tes benedict dan fehling, glukosa dan bahan-bahan pereduksi dalam urine akan mereduksi cupri sulfat yang berwarna biru menjadi endapan cupro oksida yang berwarna merah dalam suasan alkali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.      Makroskopis dan Mikroskopis urine
Urine adalah suatu larutan kompleks yang mengandung bahan-bahan organik dan anorganik sisa dari metabolisme tubuh yang di filtrasi oleh gamerolus ginjal dan dikeluarkan dari tubuh melalui saluran kemih. Dalam pemeriksaan urine secara makroskopik yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urine.
Pengukuran volume urine berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urine, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urine yang dikerjakan bersama dengan berat jenis urine bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal. Banyak sekali faktoryang mempengaruhi volume urine seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urine dalam 24 jam antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urine selama 24 jam.
Lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri. Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus, diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume urine selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.Keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah - muntah, deman edema, nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300 ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urine siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urine malam 12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat pada diabetes mellitus.
Pemeriksaan terhadap warna urine mempunyai makna karena kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urine dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urine dipengaruhi oleh kepekatan urine, obat yang dimakan maupun makanan. Pada umumnya warna ditentukan oleh kepekatan urine, makin banyak diuresa makin muda warna urine itu. Warna normal urine berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan porphyrin. Bila didapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zat warna yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin menyebabkan warna coklat. Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal, seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang menyebabkan warna coklat. Warna urine yang dapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikan warna coklat kehitaman pada urine.
Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat sepertijernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urine segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan disebutnubeculayangterdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang mengendap dan bakteri dari botol penampung. Urine yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkanoleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel, leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak.Pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling, drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens pita'. Berat jenis urine sewaktu padaorang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urine herhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urine makintinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun.
Untuk menilai bau urine dipakai urine segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urine yang dibiarkan tanpapengawet. Adanya urine yang berbau busuk dari semula dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih misalnya pada karsinoma saluran kemih.
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urine bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urine dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau oksalat pH urine sebaiknya dipertahankan basa.
Nilai normal urine
1.            Volume                                              =  + 1,5 – 2 L per hari.
2.            Warna                                                = Kuning
3.            Kejernihan atau kekeruhan           =  jernih
4.            Berat Jenis Urinometer                   = 1,015 – 1,025
Berat jenis refraktometer     = 1,002 – 1,030
5.            Bau                                         = amoniak
6.            pH                                                       = 7,0 – 7,5

2.         Protein Urine
Adanya protein dalam urine dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan  setelah penambahan sulfosalisil 20% dan asam asetat 6%. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan sehingga menggunakan sampel urine yang jernih betul. Pemeriksaan terhadap protein urine termasuk pemeriksaan rutin untuk menyatakan adanya kekeruhan. Sampel yang digunakan pada percobaan harus urine yg jernih betul untuk menjadi syarat penting terhadap tes – tes protein. Jika urine yang akan diperiksa jernih, boleh terus dipakai, kalau keruh pakailah cairan atas dari urine pusingkan atau fitrat urine.
3.         Glukosa / reduksi Urine
Prinsip dalam pemeriksaan ini, yaitu zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan basa seperti Cu, Bi, Hg dan Fe, dalam test Benedict dan fehling. Glukosa dan bahan-bahan pereduksi dalam urine akan mereduksi sulfat yang berwarna biru menjadi endapan sukrooksida yang berwarna merah dalam suasana alkali. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring. Menyatakan adanya glukosa dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda asasnya. Cara yang tidak spesifik menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi. Pada tes-test semacam itu terdapat suatu zat dalam reagens yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Di antara banyak macam reagens yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cuprilah banyak dipergunakan.
Glukosuria dapat dibuktikan juga dengan cara spesifik yang menggunakan enzim glukosa-oxidasa untuk merintis serentetan reaksi dan berakhir dengan perubahan warna dalam reagens yang digunakan.
Salah satu reagens yang digunakan yaitu reagens kualitatif Benedict, dengan komposisi sebagai berikut:
CuSO4.5H2O                     17,3 gram;    
Na3C6H5O7.2H2O              173,0 gram;  
Na2CO3.10aq                    100 gram;
Aquadest ad                      1.000 ml.
Karena hasil disebut dengan cara semikuantitatif, perbandingan banyak reagens dan urine penting dalam melakukan test ini. Untuk menghemat reagens test ini sering dijalankan dengan 2,5 ml reagens dan 3-4 tetes urine; hasilnya tidak jauh berbeda. Air tempat memasukkan tabung reaksi harus mendidih betul; salah jika hanya memakai air yang panas saja. Jika hanya akan memeriksa satu dua pemeriksaan reduksi, pemanasan boleh dilakukan juga denga nyala api; dalam hal itu isi tabung harus perlahan-lahan mendidih selama 2 menit penuh. Cara menilai hasil yang menyimpang dari yang disebut tadi janganlah dipakai. Melaporkan hasil dengan misalnya +, zwak +, nareductie, dan sebagainya, tidak dapat dibenarkan. Di antara reagensia yang mengandung garam cupri untuk menyatakan reduksi, reagens Benedictlah yang terbaik. Biarpun begitu, selalu hendaknya diingat bahwa yang ditentukan ialah sifat reduksi sesuatu zat saja, yang tidak selalu berarti glukosa. Juga monosacharida lain, seperti galaktosa, fruktosa, dan pentose, disacharida seperti laktosa dan beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat dan alkapton dapat mengadakan reduksi. Zat bukan gula dalam urine yang mungkin mengandakan reduksi, misalnya: formalin (pengawet), glucoronat-glucoronat (hasil konjugasi dal;am hati dengan macam-macam zat dan obat-obat seperti streptomycin), salicylat-saliculat dalam kadar tinggi, vitamin C, dan sebagainya. Jika urine banyak mengandung albumin, yaitu dengan reaksi 3+ atau 4+, buanglah dulu albumi itu karena mungkin jumlah besar albumin dapat mengadakan reduksi pula. Caranya ialah dengan memasak urine seperti pada test pemanasan dengan asam asetat, kemudian menyaringnya. Filtrate dipakai untuk pemeriksaan reduksi. Jika ingin memastikan bahwa reduksi disebabkan oleh glukosa, lakukanlah test dengan fenilhidrazine untuk menyusun Kristal-kristal glukosazon yang mudah diidentifikasi, atau lakukanlah test terhadap glukosa dengan reagens yang berisi glukosa-oxidasa. Untuk membuktikan adanya gula-gula lain dapat dijalankan test-test khusus terhadap, misalnya galaktosa, pentose, fruktosa dan laktosa. Reagens lain-lain seperti Fehling, Nylander dan lain-lain, untuk memeriksa reduksi dalam urine tidak dianjurkan untuk pekerjaan sehari-hari, meskipun dalam keadaan tertentu masih ada juga gunanya.
4.         Bilirubin Urine.
Dalam keadaan patologik dapat dinyatakan adanya bilirubin dalam urine. Jika urine dibiarkan sebagian kecil aripada bilirubin itu berubah menjadi biliverdin oleh oxidasi; perubahan itu mencepat oleh sinar matahari. Secara normal, bilirubin tidak dijumpai di urine. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam air dan diekskresikan ke dalam urine jika terjadi peningkatan kadar di serum. Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak, sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urine. Diantara banyak macam test untuk menyatakan adanya bilirubin,terdapat 4 test dalam pemeriksaan bilirubin  yaitu test busa,test Harrison,test lugol iodine dan test gemelin. Dari keempat test ini mempunyai prinsip masing-masing.Pada test busa prinspnya adanya bilirubin dalam urine bila dilakukan pengocokan akan timbul busa warna kuning yang tidak segera hilang, pada test Harrison adanya bilirubin dalam urine akan dioxidasi oleh reagen fouchet menjadi biliverdin  yang berwarna hijau dimana sebelumnya bilirubin diendapkan oleh barium klorida (BaCL2),pada test lugol iodin dimana iodine ditambahkan kedalam urine yang mengandung pigmen empedu akan membentuk warna hijau/peristiwa oxidasi sedangkan pada test gemelin adanya bilirubin dalam urine akan dioxsidasi oleh reagen asam nitrat menjadi warna pelangi.
BAB III
METODE KERJA

1.    Makroskopis Urin
a.               Menentukan Kejernihan dan warna
           1)         Prinsip : Untuk menggambarkan rupa urin harus dilakukan secepatnya setelah urin dikeluarkan denga cahaya tembus, yang mana urin dinyatakan dengan kuning muda , kuning tua, oklat / tak berwarna, juga urin itu dinyatakan dengan jernih atau keruh pada waktu dikeluarkan.

           2)         Alat                 :  -   Tabung Reaksi
-       Rak Tabung
           3)         Bahan                        : Urine
           4)         Prosedur Kerja         :
-          Isi tabung reaksi dengan 3/4 tabung.
-          Tijaulah pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya tembus dalam sikap serong
-          Untuk menentukan warna gunakan latar belakang  warna putih.
-          Untuk menentukan kejernihan dan kekeruhan gunakan latar belakang warna hitam.


b.               Menentukan Bau
           1)         Prinsip :  adanya bau yang semula ada, cukup bermakna dalam membantu suatu diagnosa.     
           2)         Alat                 : Tabung reaksi
           3)         Bahan                        : Urine
           4)         Prosedur Kerja         :
-          Isi tabung reksi dengan urine 3/4 penuh.
-          Bauhilah dengan cara mengibas-kibaskan tangan agar uap dari urine dapat tercium.

c.               Pemeriksaan Keasaman urine.
           1)         Prinsip : terjadinya perubahan warna pada kertas indikator yang sesuai dengan warna standar menunjukkan pH urin tersebut.
           2)         Alat                 :   -    Tabung reaksi
-          Rak tabung
-          Kertas indicator pH
           3)         Bahan                        : Urine
     4)         Prosedur Kerja
-          Isi tabung reaksi dengan urine ½ bagian.
-          Celupkan kertas indicator kedalam tabung.
-          Bandingkan kertas indicator dengan warna standar.
-          Kemudian catat pH yang dihasilkan.

d.               Pemeriksaan BJ urine metode urinometer
           1)         Prinsip : Berat jenis urin diukur dengan alat urinometer, dimana suhu urin harus diperhatikan koreksinya terhadap hasil yang diperoleh.
           2)         Alat                 :  - Urinometer
-   Gelas ukur
           3)         Bahan                        : Urine
     4)         Prosedur Kerja
-          Tuanglah 40ml urine kedalam gelas ukur.
-          Lepaskanlah secara perlahan Urinometer kedalam gelas ukur sehingga bebas dari dinding gelas ukur.
-          Untuk melepaskannya putar Urinometer dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
-          Setelah Urinometer terapung di tengah-tengah     dan tidak menempel pada dinding tabung, bacalah berat jenis (BJ) tanpa paralaks pada miniskus bawah.

e.               Pemeriksaan BJ urine metode refraktometer
           1)         Alat                 :  -  Refraktometer
-       Pipet tetes
           2)         Bahan                        : Urine
     3)         Prosedur Kerja
-          Siapkan refraktometer.
-          Teteskan setetes urine ke bagian   refraktometer.
-          Atur pencahayaannya, lalu lihat secara visual (secara langsung).

Tata cara pembacaan hasil :
ü  Urinometer yang dipakai hendaklah dilihat terlebih dahulu suhu teranya, biasanya pada suhu antara 150C dan 270C.
ü  Koreksi terhadap pembacaan hasil  :
Suhu      : setiap kenaikan atau penurunan 30C 30C dari suhu tera, hasil pembacaan harus ditambah atau dikurangi 1 (0,001).


Bj Koreksi Suhu : Bj terbaca +  suhu kamar – suhu tera X 0,001 
                                                                                                                3
 
Rumus Tanpa Pengenceran :





Rumus dengan pengenceran :





X = tiga angka dibelakang decimal dari Bj terbaca.



Bj Koreksi Suhu : Bj koreksi pgncran +  suhu kamar–suhu tera x 0,001
                                                                                                                3
 
Rumus Bj koreksi Suhu :





2.    Mikroskopis urine.
a.                   Prinsip : untuk melihat adanya elemen-elemen ( sel-sel kristal-kristal dan sebagainya) dalam urin maka dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop. Hal ini dikerjakan dengan melakukan pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu sehingga elemen-elemen tersebut terpisah dari larutan supernatannya
b.                   Alat     :      -    Tabung sentrifuge
-          Sentrifuge
-          Objek glass
-          Deck glass
-          Pipet tetes
-          Botol/penampung urine
-          Mikroskop
c.                   Bahan                                    :           Urine sewaktu
d.                   Prosedur Kerja          :
-          Kocoklah urine secara pelan-pelan
-          Masukkan urin kedalam tabung sentrifuge +  ¾ penuh.
-          Pusing selama 5 menit dengan kecepatan 1.500-2.000 Rpm.
-          Buanglah supernatannya dengan cara membalikkan tabung sentrifuge secara cepat dan tanpa ada getaran.
-          Kocoklah tabung untuk mensuspensikan sedimen yang tertinggal di bawah dasar tabung.
-          Dengan menggunakan pipet tetes dan taruhlah 2 (dua) tetes sedimen terpisah ke atas sebuah objek glass dan tutup dengan deck glass.
-          Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x untuk mencari lapang pandang,setelah itu rubah ke pembesaran 40x untuk melakukan pemeriksaan.
-          Hitunglah dalam 10x lapang pandang.

Tata cara pembacaan hasil.
1)              Jumlah unsur-unsur sedimen yang tampak dilaporkan secara semikuantitatif yaitu jumlah rata-rata per lapang pandang kecil atau besar.
2)              Jumlah silinder dilaporkan rata-rata perlapang pandang kecil 10x.
3)              Jumlah rata-rata Eritrosit dan Leukosit dilaporkan dengan lapang pandang 40x.


4)              Jumlah sel Epitel atau Kristal cukup di laporkan dengan tanda :
1.    (-)                       : Tidak ada
2.    (+)                      : Ada,Sedikit.
3.    (++)                    : Ada sedang.
4.    (+++)                 : Ada banyak.
5.    (++++)               : Banyak sekali

                        Harga Normal
                        Eritrosit                       : 0-1/lapang pandang kecil
                        Leukosit                     : 0-3/lapang pandang kecil

3.            Protein Urine
Ada dua cara pemeriksaan;
1.            Test dengan asam sulfosalisil 20%
a)         Prinsip : adanya protein dalam urin dinyatakan dengan timbulnya kekeruhan setelah penambahan asam sulfosalicyl 20%
b)         Alat                 :    -    Tabung reaksi
-          Rak tabung
-          Bunzen
-          Penjepit tabung
c)         Bahan                        : Urine sewaktu
d)         Reagen          : Asam sulfosalicyl 20 %
e)         Cara kerja      :
-          Siapkan 2 tabung reaksi, masing – masing diisi dengan 2 ml urine jernih
-           Tabung pertama ditetesi 8 tetes asam sufoslicyl 20% lalu dikocok.
-          Bandingkan isi tabung I dengan tabung II dan dinilai secara semikuantitatif
-          Untuk membedakan adanya protein albumin, globulin dan protein Bance Jones panasi tabung I diatas nyala api sampai mendidih dan kemudian dinginkan kembali dengan air mengalir.
1)         Jika kekeruhan tetap ada waktu pemanasan setelah didinginkan berarti tes terhadsp protein + protein mungkin albumin/globulinmungkin keduanya
2)         Jika kekeruhan hilang waktu pemanasan, tetapi muncul lagi setelah dingin, mungkin penyebabnya protein Bence Jones, dan perlu di selidiki lebih lanjut.

2.          Test dengan asam asetat 6%
a)         Prinsip : Untuk menyatakan adanya perotein dalam urin berdasarkan pada timbunya kekeruhan. Pemberian asat asetat 6 % akan lebih mendekatan ke titik isoelektrik. Sedangkan pemanasan selanjutnya untuk mengadakan denaturisasi sehingga terjadilah presipitasi yang dinilai secara semikuantitatif.
b)         Alat                 :     -   Tabung reaksi
-          Rak tabung
-          Bunzen
-          Penjepit tabung
c)         Bahan                        : Urine sewaktu
d)         Reagen          : Asam asetat 6%
e)         Cara kerja      :
-          Masukan urine jernih kedalam tabung reaksi 2/3 penuh dengan memegang tabung reaksi pada ujung bawah, lapisan atas urine dipanasi dengan nyala api sampai mendidih selama 30 detik.
-          Perhatikan terjadinya kekeruhan dilapisan atas urine itu, dengan membanding jernihnya dengan bagian bawah yang tidak dipanasi.
-          Jika  terjadi kekeruhan, mungkin ia disebabkan oleh protein tapi mungkin juga oleh Ca phosphat/Ca karbonat
-          Kemudian teteskanlah ke dalam urine yang masih panas itu 3-5 tetes asam asetat 6%
-          Jika kekeruhan itu lenyap dan timbul gas, kekeruhan tersebut disebabkan oleh Ca carbonat.
-          Jika kekeruhan tetap ada atau menjadi lebih keruh lagi, tes terhadap protein ini +,panasilah sekali lagi lapisan itu sampai mendidih dan kemudian kemudian berilah penilaian semi kuatitatif pada hasilnya.
3.    Test dengan metode Heller
a)         Prinsip : Protein dalam urine mengalami denaturasi oleh asam nitrat pekat yang tampak sebagai cincin putih pada perbatasan kedua cairan
b)         Alat     :     -   Tabung reaksi
-          Rak tabung
-          Bunzen
-          Penjepit tabung
c)         Bahan                        : Urine sewaktu
d)         Reagen          : HNO3 Pekat
e)         Cara kerja :
-          Masukan 3ml asam nitrat pekat kedalam tabung reaksi melalui dinding tabung yang dimiringkan.
-          Tambahkan 3ml urine dengan menggunakan pipete mohr melalui dinding tabung sehingga kedua cairan tidak langsung bercampur
-          Perhatikan cincin putih yang terbentuk.
-          Cincin putih menunjukan adanya urea, asam urat, dan garamnya.

            TATA CARA PEMBACAAN HASIL / INTERPRESTASI HASIL
1.         Untuk menguji adanya kekeruhan, periksalah tabung itu dengan cahaya berpantul dengan latar belakang hitam
2.         Penilaian hasil pemeriksaan secara semikuantitatif dinyatakan sebagai berikut
-                       -      (negatif) : tidak ada kekeruhan sedikitpun juga
-           +1 (positif 1)  : ada kekeruhan ringan tanpa butir – butir  (kadar protein ± 0,01 – 0,05%) 
-           +2 (positif 2)  : kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir – butir dalam kekeruhan (kadar ±0,05 – 0,2 %)
-           +3 (positif 3)  : urine jelas keruh dan kekeruhan berkeping – keeping (kadar protein ± 0,2 – 0,5 % )
-           +4 (positif 4)  : urine sangat keruh dan kekeruhanya berkeping – keeping besar/ mengumpal / memadat (kadar protein lebih dari 0,5 %) .

4.    Glukosa / Reduksi Urine
Dalam pemeriksaan glukosa urine, ada dua cara penentuan:
1.         Tes  Benedict
a)     Prinsip :
            Zat pereduksi dalam urin dapat meruduksi ion –ion logam tertentu dalam basa seperti Cu, Bi, Hg, Fe.
            Dalam test benedict dan Fehling glukosa dan bahan-bahan pereduksi dalam urin akan mereduksi cupri sulfat yang berwarna biru menjadi cupro oksida yag berwarna merah dalam suasana alkali
b)     Alat                  :      -   Bunsen
-          Kaki tiga
-          Penjepit tabung
-          Pipet tetes
-          Pipet ukur 5ml
-          Rak tabung
-          Tabung reaksi
-          Timer
-          Wadah penampung urine
-          Water bath
c)      Bahan                        :           Urine sewaktu/urine segar
d)     Reagen          :           Benedict
· Cuffer sulfat (CuSO4.5H2O)...17,3 gram
· Tri sodium citrat (Na3C6H5O7.2H2O)...17,3 gr.
· Sodium carbonat (Na2CO3 anhydrous)..100 gram
· Aquades                                        1000ml

e)     Cara Kerja      :
-            Masukkanlah 5ml reagens Benedict ke dalam tabung reaksi.
-            Teteskan sebanyak 5-8 tetes (jangan lebih!) urine ke dalam tabung itu.
-            Panaskan langsung diatas api samapi mendidih salama 2 menit  / Masukkanlah tabung itu kie dalam air mendidih selama 5 menit.
-            Angkatlah tabung, kocoklah isinya serta  dinginkan dalam suhu kamar.
-            Bacalah hasil reduksinya.
2.         Tes Fehling
a)    Alat                 :   -    Bunsen
-          Kaki tiga
-          Penjepit tabung
-          Pipet tetes     
-          Pipet ukur 5ml
-          Rak tabung
-          Tabung reaksi          
-          Timer
-          Wadah penampung urine
-          Water bath
b)    Bahan                        :           Urine sewaktu/urine segar
c)    Reagen          :           Fehling A
·         Cuffer sulfat (CuSO4.5H2O).......35 gr
·         Aquades add............................. 1000ml
   Fehling B
·         Garam Seignetti (lartratis kalico.natrici)17,3 gr
·         Hydrastis natrici  .......................50-60 gr
·         Aquades ...................................  1000ml
d)    Cara Kerja     :
-          Siapkan tabung reaksi yang bersih, masukkan 2 ml reagen Fehling A, kemudian tambahkan dengan 2 ml reagen Fehling B.
-          Masukkan 1 ml  urine ke dalam tabung.
-          Campu baik – baik anaskan sampai mendidih
-          Jauhkan dari api kocoklah, baca hasilnya.

5.    Bilirubin Urine
Dalam pemeriksaan bilirubin urine, ada tiga cara penentuan:
1.          Tes  Busa
a)    Prinsip :  bilirubin dalam urin bila dikocok akan timbul busa kuning yang tak segera hilang.

b)    Alat                 :  -  Tabung reaksi
-       Rak tabung
c)    Bahan                        : 5 ml urine segar.
d)    Cara Kerja
-          5 ml urine segar dimasukan kedalam tabung reaksi dan dikocok secara kuat.
-          Kemungkinan adanya bilirubin dilihat dari adanya busa berwarna kuning.
           
2.          Tes lugol iodin
a)    Prinsip : Dalam urin yang mengandung pigmen empedu akan membentuk warna hijau / peristiwa oksidasi.
b)    Alat                    :   -   Tabung reaksi
-          Rak tabung
-          Gelas ukur 10 ml
-          Pipet tetes
c)    Bahan               :  4 ml urine
d)    Reagen             :  Lugol Iodin
Komposisi Lugol Iodin 
                               Iodium            1 gr
                               KI                    2 gr
                               Aquadest       100 ml
e)    Cara kerja
-          4 ml urine dimasukan kedalam tabung reaksi lalu tambahkan 4 tetes larutan lugol iodine.
-          Kocoklah tabung perlahan-lahan.
-          Lihatlah perubahan warna yang terjadi setelah beberapa saat.
f)     Pembacaan hasil
Positif  ( + )    : Warna hijau
Negatif  ( - )   : Warna kekuningan/coklat

3.          Test Glimelin
a)    Prinsip            :  Adanya bilirubin urin akan dioksidasi oleh asam nitrat menjadi warna pelangi.
b)    Alat                  :     -    Tabung reaksi
-            Rak tabung
c)    Bahan                        :  2 ml urine
d)    Reagen          :  Asam Nitrat pekat (HNO3)
e)    Cara Kerja      :
-          2 ml urine dimasukan kedalam tabung reaksi.
-          Tambahkan tetes demi tetes larutan asam nitrat pekat sebanyak 1-2 ml. Penetesan dilakukan melalui dinding tabung.
-          Perhatikan warna yang terjadi setelah penambahan asam nitrat pekat. Letakan tabung dalam sikap tegak dan tanpa getaran.

f)     Pembacaan hasil
            Hasil positif ( + ) dilihat dari adanya cincin berwarna pelangi.




BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.   Data pengamatan
a)    Makroskopis Urine

Nama pasien               : NN Fransiska Yulia Mahat
Umur                 : 18 Tahun
Jenis kelamin   : Perempuan

 
Probandus  :



ü  Warna                      : Kuning Muda
ü  Bau                           : Amoniak
ü  Kejernihan              : Jernih
ü  Volume                    : 130 ml
ü  Keasaman               : 7,0
ü  Berat jenis               : Urinometer :  1,011
Keterangan  
Suhu kamar            : 270 C
Suhu tera    : 200 C
Bj Terbaca  =  1,009 (Bj normal Urine sewaktu )
Rumus tanpa pengenceran














b)    Mikroskopis Urine
                  Setelah dilakukan pengamatan sebanyak 10x lapang pandang ditemukan:
ü  Sel epitel                    :  (+)
ü  Erytrosit                      0-2/lapang pandang
ü  Serat tumbuhan       (+)
ü  Benang lendir           :  (+)


c)    Pemeriksaan Protein Urine

Nama pasien          :  Tn Boby Lien
Umur                        : 20 Tahun
Jenis kelamin         : Laki-Laki

 
 Probandus  : 





Pengamatan
Tes Asam Sulfosalicyl 20%
Tes Asam Acetat 6%
Metode Heller
Kekeruhan
Tabung 1 TIDAK KERUH
Keruh setelah dipanasi, + asam asetat kekeruhan hilang
          _
Gas
-
-
Ada gas
Cincin
-
-
Terdapat cincin ungu

d)    Pemeriksaan Glukosa / Reduksi Urine

Nama pasien          :  Tn Boby Lien
Umur                        : 20 Tahun
Jenis kelamin         : Laki-Laki

 
Probandus   : 





Pengamatan
Uji Fehling
Ui Benedict
Tabung 1
Hijau kekuning-kuningan
-
Tabung 2
Kuning keruh
-
Tabung 3
Lumpur keruh
-
Tabung 4
Merah keruh
-


e)    Bilirubin Urine

Nama pasien          :  nn. Lucia M. Wain
Umur                        : 20 Tahun
Jenis kelamin         : Perempuan

 
Probandus   : 




Tes
Pengamatan
Busa

Terdapat busa warna putih
Negatif
Lugol

Warna coklat
Negatif
Glimelin

Tidak ada cincin pelangi
Negatif
Horison

Tidak terjadi perubahan warna
Negatif










B.   Pembahasan
a)    Makroskopis dan mikroskopis urine
               Pemeriksaan makroskopik  Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urine. Pengukuran volume urine berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urine, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urine yang dikerjakan bersamaan dengan berat jenis urine bermanfaat untuk menentukan gangguan faal ginjal . Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan urine maka orang tersebut kemungkinan terkena suatu penyakit atau gangguan dari saluran ureter atau faal ginjal. Sedangkan untuk pemeriksaan mikroskopis urine Pemeriksaan mikroskopik yang diperiksa adalah. pemeriksaan sedimen urine. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit.Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan urine maka orang tersebut kemungkinan terkena suatu penyakit atau gangguan dari saluran ureter atau faal ginjal.
b)    Protein Urine
                        Test dengan asam sulfosalicyl tidak ada protein hal ini ditandai dengan tidak adanya kekeruhan. Test dengan asam asetat, setelah dipanasi adanya kekeruhan, hal ini mungkin disebabkan oleh calsium fosfat atau Ca Karbonat. Dan setelah ditetesi dengan asam asetat 6 % kekeruhan hilang, hal ini disebabkan adanya Calsium karbonat. Dengan metode Heller terbentuk cincin ungu kemudian selang beberapa menit terbentuk gas-gas kecil di atas permukaan. Kekeruhan yang sangat ringan sukar dilihat, mungkin disebabkan tabung yang digunakan tidak bagus atau telah tergores. Sumber reaksi negatif palsu pada pemanasan dengan asam asetat ialah pemberian asam asetat yang berlebihan.
c)    Glukosa / reduksi urine
                        Pada percobaan diatas digunakan 2 sampel urine, sampel A sampel urine laki-laki dewasa (56 tahun) sampel B sampel urine wanita (19 tahun). Pada hasil percobaan yang didapat sampel B negatif, urine pasien tidak mengandung glukosa, urine menjadi warna biru setelah di uji dengan test benedict, sedangkan sampel A hasil yang didapat yaitu positif dalam urine mengandung glukosa setelah di uji dengan uji Fehling.
d)    Bilirubin urine
                        Pada percobaan di atas menggunakan 3 metode pemeriksaan yaitu, Tes Busa, Tes Lugol Iodin, Tes Glimelin dan metode Horisson. Hasil yang di dapat yaitu : dengan tes busa setelah dilakukan pengocokkan pada sampel urine dalam tabung urine berbusa warna putih, demikian pula dengan tes lugol iodin hasil yang diperoleh yaitu urine berwarna coklat tidak menunjukkan adanya cincin pelangi demikian sebaliknya terjadi pada tes glimelin tidak ada cincin pelangi. Test dengan metode horisson tidak menunjukkan urine berwarna hijau setelah di uji mengunakan reagen Fouchet.

BAB V
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik urine didapatkan hasil yang normal apabila dibandingkan dengan harga atau nilai nomal, sehingga pasien di indikasi tidak menderita penyakit tertentu. Pemeriksaan protein urine, dengan tes asam sulfosalicyl hasil negatif tidak ada protein yang terbentuk demikian juga dengan test asam asetat hasil negatif. Jika kekeruhan tetap ada atau menjadi keruh lagi (metode asam asetat) tes terhadap protein positif. Pemeriksaan glukosa urine, dari dua sampel urine yang di uji sampel A positif terdapat glukosa dengan tes Fehling, sedangkan sampel urine B hasilnya negatif tidak terdapat glukosa dengan tes atau uji benedict. Pemeriksaan bilirubin urine, dari hasil percobaan di atas dengan uji tes busa, tes lugol-iodin, tes glimelin dan metode horisson hasil negatif sehingga tidak ada kadar bilirubin dalam urine.

B.   Saran
a.         Perhatikan kebersihan alat, bahan dan reagen yang digunakan, agar mengurangi resiko kontaminasi.
b.         Gunakan APD (Alat Pelindung Diri) dengan baik dan benar.
c.         Sebaiknya sampel yang digunakan adalah sampel yang dicurigai positif agar dapat membedakan hasil positif dan negative.
d.         Diharapkan semua praktikan mengikuti praktikum ini
e.         Sebaiknya siapkan reagen yang akan digunakan dengan lengkap agar bisa melakukan semua test pada praktikum ini.

PEMERIKSAAN SPERMA

BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Sperma adalah cairan semen dengan bau yang khas dan keluar dari mulut penis ketika pria mengalami ejakulasi setelah mengalami kepuasan atau orgasme. Sperma hanya biasa terlihat dengan menggunakan mikroskop. Melalui mikroskop ini kita dapat mengetahui bahwa sperma berbentuk seperti berudu atau kecebong yang terdiri dari kepala dan ekor. Bentuk ini menyebabkan sperma daat berenang dengan cepat di dalam rahim wanita untuk mencapai sel telur.
            Sperma diproduksi didalam testis atau testicles yang setiap harinya mencapai jutaan sperma. Proses keluarnya sperma yaitu dari testis me;ewati ruang panjang yang dikenal dengan epididimis, disini sperma menjadi matang. Selanjutnya sperma terus melakukan perjalanan melalui sebuah tabung yang dinamakan vas deverens, dan berjalan menuju seminal vehicles. Dalam seminal vehicles spema bercampur dengan sedikit cairan yang sudah diproduksi dan merupakan dua tempat yang berada dibagian belakang kelenjar prostt atau prostate gland.

B.        Tujuan
1.         Untuk mengetahui jumlah dan morfologi sperma.
2.         Untuk meneliti unsur-unsur yang terdapat dalam sperma ( cairan da semen ).
3.         Untuk melihat tingkat kesuburan pria apakah ada kelainan atau penyakit.
4.         Untuk melihat kelainan hormon seks.


C.        Prinsip
            Koagulan yang terdapat dalam sperma normal akan mengalami pengenceran oleh adanya enzim yang terdapat pda bagian yang cair dari sperma.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.        Sperma
Sperma adalah cairan putih kental yang terdiri dari semen dan spermatozoa yang keluar dari laki-laki normal pada saat proses ejakulasi. Tiap sperma terdiri dari 3 bagian yaitu kepala yang berbrntuk oval lebih besar dari bagan tubuh lain, leher yang kecil yang didasarnya dihbungkan  pada filamen axial yang berhubungan dengan ekor dan ketiga adalah ekor yang panjang dan ramping yang bila melakkan gerakan kebelakang bawah dapat menghasilkan gerakan aktif.
            Sperma ini terdiri dari spermatozoa sekresi dri kelenjar-kelenjar tambahan pada traktus urogenitalia laki-laki, dimana system reproduksi ini dikendalikan oleh system neuro endoksin dan system vaskuler. Yang termasuk dalam kelenjar tambahan ini adalah vesicula seminal, prostate , epididimis, glandula bulboourthralis dan Litree.
            Pada waktu ejakulat akan mengeluarkan cairan prostate yang putih cair dan agak asam dengan pH kurang dari 7. Kemudian menyusul cairan yang diserati coagulan, berasal dari vesicular seminalis, ampula ductus deferent dan testis. Keseluruhan sperma dengan demikian akan berjumlah 2-6 ml, berwarna keabuan berbau khas dan pH sekitar 7,2-7,8. Pemeriksaan serma meliput pmeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia.

Persiapan dan syarat-syarat yang perlu diperhatikan.
1.            Masa Bastinensia seksualitas
Yaitu jarak waktu istirata tidak melakukan aktivitas seksual. Baiasnya abstenensia yang diperlukan 3-5 hari.

2.            Cara pengeluaran sperma
-           Masturbasi/onani
            Yaitu rtindakan menggosok kemaluan laki-laki/penis berulang-ulang. Sampai terjadi ketegangan pada klimaksnya akan keluar sperma. Cara ini adalah cara yang paling baik.


-           Koitus interuptus/senggama terputus
            Adalah tindakan sengama yang tidak diteruskan samapi akhir, tetapi diputus seingga sperma tidak msuk ke vagina. Cara ini lebih representif dari pada masturbasi. Keberatan yang paling jelas dari cara ini adalah keterlambatan pengiriman ejakuat ke laboratorium, sehingga kurang didapat hasil yang teliti. Juga kadang-kadang ada kontaminasi dari sekret genital vagina.

-           Koitus kondomatus/senggama dengan kondom
            Pengumpulan semen didalam kondom umumnya tidak dianjurkan karena biasanya kondom mengandung spermicide, akan tetapi bila terpaksa menggunakan kondom maka perlu diersihkan dulu dengan air hangat tanpa memakai sabun supaya kondom tersebut bebas dari spermicide, kemudian dikeringkan.

Vibrator/alat perangsang.

BAB III
METODE KERJA
A.   Makroskopis Sperma
a)    Alat               :  -   Gelas ukur.
-          Pipet tetes
-          Objek glass
-          cover glass
-          kamar hitung
-          mikroskop
b)    Bahan          :       Sperma
c)    Reagen       :   -  Oil imersi
-    Alkohol
-   Cat Giemsa siap pakai


1.    Koagulasi dan Liquifasi
a)    Prinsip : Koagulan yang terdapat pada sperma normal akan mengalami pengenceran oleh adanya enzim
b)    Tujuan            : Untuk mengetahui lamanya waktu yang diperlukan sperma untuk mencair dan melihat ada tidaknya koagulan pada sperma.
c)    Prosedur Kerja
-          Sperma segera diamati apakah ada koagulan
-          Catat hasilnya
-          Saat terjadi pencairan sempurna lamanya sperma sejak di ejakulasi hingga mencairnya adalah waktu liquifasi
Harga Normal : 15-20 menit

2.    Kekentalan atau viskositas
a)    Prinsip : viskositas atau kekentalan sperma akan teramati dengan sempurna setelah , asa liquifasi terjadi.
b)    Prosedur Kerja:
-            Hisap sampel dengan pipt tetes.
-            setelah dihisap lepas karet teteskan pada wadah dengan menutup ujung pipet dengan ujung jari.
-            Catat berapa waktu yang dibutuhkan untuk meneteskan sampel tersebut dengan menggunakan stopwatch.
                   Nilai Normal : 2 detik

3.    Warna.
a)    Prinsip : untuk menggambarkan warna cairan sperma, harus dilakukan pemeriksaan secepatnya dengan penerangan yang cukup
b)    Prosedur kerja
-          Tuang sampe dalam gelas ukur
-          Lihat warnanya pada latar belakang putih pada cahaya yang cukup.
       Nilai Normal : putih kanji atau putih keabu-abuan,

4.    Bau.
a)    Prinsip  : Adanya bau yang semulah akan cukup bermakna dalam membantu suatu diagnosa atau pemeriksan.
b)    Prosedur Kerja
-          Tuang sampel pada gelas ukur
-          Kibaskan telapak tangan dari sampel ke hidung
                              Nilai Normal : Bau langu atau bunga akasia.

5.    Volume.
a)    Prinsip  : Banyak sperma yang diejakulasikan diukur volumnya dengan gelas ukur. Pembacaan dengan menggunakan miniskus atas.
b)    Prosedur Kerja
-          Tuangkan ampel kedalam gelas ukur.
-          Lihat berapa volumenya dan catat hasilnya.
Nilai Normal : 2-6 ml
6.    pH.
a)    prosedur
-       Tuangkan sampel kedalam gelas ukur
-       masukan kertas pH indikator kedalamnya
-       pH dilihat dari perubahan warna kertas pH
                               Nilai Normal : 6,8-7,8

B.   Pemeriksaan Mikroskopik
1.    Menghitung jumlah spermatozoa
a)     Alat  : -    Pipet thoma leukosit
-          Kamar hitung improve neubauer
-          Miroskop
b)    BahanSperma
c)    Prosedur Kerja
-            Isap sampel dengan pipet thoma leukosit sampai tanda 0,5
-            Kemudian isap aquades sampai tanda 11
-            Kocok pipet selama 15-30 detik
-            Siapkan kamar hitung
-            Kocok kembali pipet, kemudian buang 3 tetes pertama cairan
-            Teteskan larutan dengan menyinggung pingir cover glass pada kamar hitung
-            Lakukan pemeriksan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x
                            Normal : 60-150 juta/ml sperma

2.    Motilitas spermatozoa
a)    Alat     :   -   Objek glass
-       Cover glass
-       Mikroskop
-       Pipet tetes
b)    Bahan                        :  Sperma
c)    Prosedur
-          Teteskan satu tetes sperma diatas objek glass
-          Kemudian tutup dengan cover glass
-          Amati dibawah mikroskop perbesarn 40x
-          hitung persen dari sperma meliputi motil baik, motil kurang baik dan nonmotil

% motil baik   : Jumlah motil yang baik
                   Jumlah keseluruhan spema x 100%

 
Rumus :



% Motilkurang baik  : Jumlah motil kurang baik
    Jumlah keseluruhan spema x 100%


 

% Nonmotil           :            Jumlah nonmotil
 Jumlah keseluruhan spema x 100%

 








            c.         Morfologi Sperma
                        1)         Alat :
-          Objek glass
-          Pipet tetes
-          Mikroskop
2)         Bahan Sperma
3)         Reagen Giemsa
4)         Prosedur  kerja
-          Siapkan alat dan bahan
-          Pengecatan sama eperti pengecatan hapusan darah
-          Diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x dan ditetesi oil imersi.

BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A.   Data pengamatan
a)    Makroskopis Urine
Probandus  :

      Nama pasien               : Tn. Heribertus Tena
      Umur                             : 24 Tahun
      Jenis kelamin              : Laki-Laki

 



A.        Hasil Pengamatan pemeriksaan Makroskopis
            a.         Koagulasi dan Liquifasi
                        Koagulasi      : +                                            Normal : +
                        Liquifasi         : 20 menit                               Normal : 15-20 menit
            b.         kekentalan atau viskositas : 2 detik          Normal : 2 detik
            c.         Volume sperma : 2 ml                                 Normal : 2 - 6 ml
            d.         Warna Sperma : Putih Kanji                      Normal : Putih kanji
            e.         Bau Sperma      : Langu                              Normal : Langu
            f.          pH                      : 9                                         Normal : 6,8-7,8


B.        Hasil Pengamatan pemeriksan Mikroskopis:
            a.         Menghitung Jumlah Spermatozoa
           

16
19
24
16




18
20
22
18
 17
15
18
16




19
22
25
23
22
21
26
23




20
21
24
19
21
24
22
18




20
18
19
18
















































22
19
18
20




17
19
17
22
19
22
24
21




18
18
25
24
18
20
24
22




18
17
23
15
26
22
22
24




18
22
24
20
            A        B







            C D
           
Jumlah sel sperma :
Kotak A          : 318 sel
Kotak B          : 326 sel
Kotak C          : 343 sel
Kotak D          : 317 sel
Jumlah           : 1304 sel

Rumus perhitungan jumlah sel/ml :




 =                    1                    X 20 X 1304
           1  X  1  X   0,1
 =        200.000 N sel/ml

   Jumlah sel spermatogenesis
=  200.000 X N sel/ml
= 200.000 X 1304 sel/ml
= 260.800.000 atau 260,8 juta sel/sel ejakulat.

            b.         Motilitas atau pergerakan sperma

Lapang Pandang
Jumlah
1
2
3
4
5
Motil Baik
30
10
15
25
20
100
Motil Kurang Baik
15
10
8
10
15
58
Non Motil
15
20
10
13
12
70
Jumlah
60
40
33
48
47
228

                        Perhitungan
1)         Motil Baik       =          ∑ Motil baik x 100%
                        ∑ seluruh motil
=          ∑ 100 x 100%
                        ∑      228
=          43,85 %
2)         Motil kurang Baik     =          ∑ Motil kurang baik x 100%
                                    ∑ seluruh motil
=          ∑ 58 x 100%
                                    ∑     228
=          25,34 %
3)         Non Motil       =          ∑ NonMotil  x 100%
                        ∑ seluruh motil
=          ∑ 70 x 100 %
                        ∑     228
=          30,70 %

Normalnya yaitu aktif atau yang motil > 50 %


            c.         Morfologi Sperma
No.
Bentuk
Lapang Pandang
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1.
Normo











2.
Lepto











3.
Imature











4.
Piri











5.
Lose Head











6.
Terato











7.
Mikro











8.
Strongile











           
            Gambar Morfologi sperma baik normal maupun tak normal









BAB

PEMBAHASAN
Pada hasil pemeriksaan analis sperma diperoleh pemeriksaan secara makroskopis, pemeriksaan koagulasi dan liquifasi hasilnya positif (+) dengan liquifasi 20 menit, hal ini berarti sampelnya normal, pada pemeriksaan kekentalan atau viskositas dari sperma tidak dilakukan percobaan sehingga tidak diketahui kekentalannya dalam detik, pada pemeriksaan volume  sperma, volume yang diperoleh atau dihasilkan yaitu sebanyak 2 ml, sehingga normal, warna dari sperma ini putih kanji yang merupakanwarna khas dari sperma itu sendiri, baunya langu setelah kita kibaskan sampel kearah kita, serta pH yang ini bersifat basa, hal ini arena sperma yang diperiksa adalah 9, ini berarti pH sperma bersifat basa, karena sperma dibiarkan terlalu lama.
Pada pemeriksaan mikroskopis sperma pun diperoleh dengan metode atau cara menhitung jumlah sperma dengan kamar hitung diperoeh jumlah spermanya yaitu.......juta sel, hal ini berarti masih dalam taraf normal, kemudian dilakukan metode pergerakan sperma yang dteteskan pada objek glas. Pergerakkan sperma ini dibagi lagi menjadi motil yang baik, kurang baik dan nonmotl, yang motil baik pergerakkan sebesar 43,85 %, kurang baik 25,43 % dan nonmotil 30,70 % .masih dalam batas normal, hal ini karena pada saat pengamatan dibiarkan terlalu lama, selain itu kurang cermat dalam melihat pergerakan motil pada mikroskop, kemudian pemeriksaan morfologi dari sperma dengan dibuat sediaan apusan dari mani seperti pada sediaan darah kemudian dipulas dengan giemsa beda sperma normal dengan abnormal kuantitas dan kualitas sperma berhubungan erat dengan kesuburan atau fertilita pria. Jika sperma baik maka peluangnya untuk bisa membuahi sel telur dan menghasilkan kehamilan semakin besar. Pada sediaan itu kemudian diamati bentuknya ada yang berbentuk normal, yaitu kepala oval dan memiliki ekor, selain itu ada juga morfologi sperma yang banormal seperti bentuk lepto, immato, piri, lose head, terato, mikro dan strongile pada sediaan tersebut didapat bentuk normo yang terbanayk, kemudian ada juga bentuk lepto, immato, piri, lose head dan juga terato.



BAB V
PENUTUP


A.   Kesimpulan
Pada hasil pengamatan diatas baik pemeriksaan secara makroskopis maupun mikroskopis dapat disimpulkan bahwa, Sampel Tn. Heribertus Tena mempunyai cairan sperma yang normal.

B.   Saran
1.      Sperma yang diperiksa tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena dapat terkontaminasi dan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2.       Wadah penampungan sampel harus bersih, kering, dan diberi label serta perlu pencatatan waktu pengambilan atau pengeluaran sampel itu, sehingga tidak terjadi kekeliruan.
3.      Dalam perhitungan jumlah sperma harus dilakukan dengan teliti karena jumlahnya sangat banyak, begitu pula pergerakan dan morfologinya.

                                                        PEMERIKSAAN
FESES LENGKAP




BAB I
PENDAHULUAN


A.   LATAR BELAKANG
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi  saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol, dan sterkobilinogen.
Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan meleati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat di absorpsi secara sempurna. Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika pemeriksaan sangat di perlukan tinja dapat di ambil dengan jari bersarung dari rectum.
Untuk pemeriksaan rutin sebaiknya menggunakan tinja sewaktu dan sebaiknya tinja di periksa dalam keadaan segar karena bila di biarkan mungkin saja unsur-unsur dalam tinja jadi rusak.

B.   TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui adanya kelainan atau infeksi pada saluran pencernaan.

C.   PRINSIP PRAKTIKUM
1.    Dengan menggunakan lidi kita dapat mengamati warna, bau, konsistensi, lendir dan darah pada wadah tinja.
2.    Pada pemeriksaan karbohidrat, tinja di encerkan dengan lugol 1 – 2 % di objek glass sampai sediaan tipis dan di tutup cover glass. Sedangkan pada pemeriksaan protein tinja di encerkan dengan eosin 1 % di atas objek glass sampai sediaan tipis dan di tutup cover glass.







BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.    Pemeriksaan makroskopis tinja
Pemeriksaan makroskopis tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit.
a.         Jumlah
                 Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100 – 250 gr per hari. Banyaknya tinja di pengaruhi jenis makana , bila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.
b.        Konsistensi
                              Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras sebaliknya di dapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas. 
c.         Warna
                              Tinja normal kuning coklat dan warnanya dapat berubah menjadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain  urobilin warna tinja di pengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang di makan. Warna kuning dapat di sebabkan oleh biliverdin dan porphysin dalam mekonium. Kelabu di sebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang di dapat pada ikterus obstrukti, tinja di sebut akholis. Keadaan tersebut mungkin di dapat pada defisiensi enzim pancreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat di cerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda di sebabkan oleh perdarahan yang segar di bagian distal. Warna coklat di sebabkan perdarahan di bagian proksimal saluran pencernaan atau karena makan coklat, kopi. Warna coklat tua di sebabkan urobilin yang berlebihan seperti anemia hemolitik. Warna hitam di sebabkan obat yang mengandung besi, arang atau bismuth dan melena.

d.        Bau
                              Indol , skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk di dapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak di cerna dan di rombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam di sebabkan oleh peragian gula yang tidak di cerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
e.         Darah
                             Adanya darah dalam tinja dapat berwarna meraah muda, coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam ini di sebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam esophagus, sedangkan perdarahan di bagian distal saluran pencernaan  darah terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang di jumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum. 

f.          Lendir
                             Dalam keadaan normal di dapatkan sedikit sekali lender dalam tinja, terdapatnya lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau lendir  itu hanya di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu terletak pada usus besar, sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bias lendir saja tanpa tinja.
g.        Parasit
                             Diperiksa pula adanya cacing ascaris, ancylostoma dan lain – lain mungkin di dapatkan pada tinja.

2.         Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis tinja meliputi protozoa, telur cacing, leukosit, eritrosit, sel epitel, Kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa  dan telur cacing.


a.      Protozoa
        Biasanya di dapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru di dapatkan bentuk trofozoit.
b.     Telur cacing
        Telur cacing yang mungkin di dapat adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis.
c.      Leukosit
        Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, colitis ulserosa dan peradangan di dapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin di temukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencernaan.
d.     Eritrosit
        Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rectum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal.
e.      Epitel
        Dalam keadaan normal dapat di temukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel ini biasanya rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.
f.       Kristal
        Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat Kristal tripel fosfat, calcium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan calcium oksalat di dapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan Kristal asam lemak di dapatkan setelah banyak makan lemak.
g.     Sisa makanan
        Hampir selalu dapat di temukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun – daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastic dan lain – lain.

BAB III
METODE KERJA

1.    Makroskopik
a)        Alat
-          Wadah penampung tinja
-          Lidi
b)           Bahan               :  Tinja segar
c)            Prosedur kerja
ü  Warna tinja
·         Prinsip: menggambarkan rupa tinja yang harus di lakukan secepatnya, setelah tinja di keluarkan.
·         Cara kerja: langsung amati warna tinja di dalam wadah.
·         Nilai normal : warna tinja normal adalah kuning kehitaman. 

ü  Bau tinja
·         Prinsip: adanya bau cukup membantu suatu diagnosa.
·         Cara kerja: bauhilah tinja yang ada di dalam wadah.
·         Nilai normal: bau tinja normal adalah bau busuk atau indol scatol.

ü  Konsistensi
·         Prinsip: mengamati bentuk konsistensi tinja apakah padat atau lembek.
·         Cara kerja: dengan menggunakan lidi amati tinja tersebut apakah padat atau lembek.
·         Nilai normal: tinja normal agak lunak dengan mempunyai bentuk.

ü  Lendir
·      Prinsip: mengamati adanya lender dalam tinja.
·      Cara keja: dengan menggunakan lidi , amati apakah tinja tersebut  berlendir  atau tidak.
·      Nilai normal: tinja tidak berlendir.

ü  Darah
·         Prinsip: mengamati apakah tinja bercampur darah atau tidak.
·         Cara kerja: amati apakah ada darah atau tidak.

2.      Mikroskopik
a)    Alat
-     Objek glass
-     Cover glass
-     Bunsen
-     Pipet
-     Mikroskop
b)    Bahan                        :  Tinja segar

c)    Reagen
-     lugol  1 - 2 %
-     eosin  1 %

d)    Prosedur kerja
ü  Pemeriksaan karbohidrat
-          Siapkan alat, bahan dan reagen yang akan di gunakan.
-          Buat suspensi tinja, dengan cara melarutkan sebagian tinja pada aquadest, hingga mengental.
-          Teteskan 1 tetes lugol 1 – 2 % pada objek glass yang bersih dan kering.
-          Ambil suspensi tinja menggunakan pipet, lalu campur dengan lugol pada objek glass kemudian tipis ratakan.
-          Setelah itu tutup menggunakan cover glass, panaskan di atas bunsen agar sediaan melekat.
-          Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 kali dan 40 kali. Amati apakah terlihat warna biru yang berpendar yang menunjukkan adanya karbohidrat.
ü  Pemeriksaan protein
-          Siapkan alat, bahan dan reagen yang akan di gunakan.
-          Buat suspensi tinja, dengan cara melarutkan sebagian tinja pada aquadest, hingga mengental.
-          Teteskan 1 tetes eosin 1 % pada objek glass yang bersih dan kering.
-          Ambil suspensi tinja menggunakan  pipet, lalu campur dengan eosin pada objek glass kemudian tipis ratakan.
-          Setelah itu tutup menggunakan cover glass, panaskan di atas bunsen agar sediaan melekat.
-          Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 kali dan 40 kali. 






















BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.   Data Pengamatan
a)    Makroskopis Feses.

Nama pasien               : NN Renie Oematan
Umur                 : 19Tahun
Jenis kelamin   : Perempuan

 
                  Probandus    :   





ü  Warna tinja    :  Kuning kecoklatan  ( Normal )
ü  Bau tinja        :  Khas
ü  Konsistensi   :  padat lunak, berbentuk : gumpalan
ü  Lendir             :  (+) , ada sangat sedikit
ü  Darah                         :  (-)
ü  Benda asing : ada, biji-bijian berwarna putih dan serat-serat makanan.

b)   Mikroskopis Feses
ü  Pemeriksaan karbihidrat
       Dari hasil pengamatan, terlihat butiran – butiran kecil yang berpendar       biru. Hal ini menunjukkan adanya karbohidrat.
ü  Pemeriksaan protein.
Pada pemeriksaan ini tidak di lihat adanya protein . yang ada hanya unsur  – unsur lain seperti  Ca-oxalat, leukosit, eritrosit, asam urat dan urat amorf.








B.   Pembahasan
Warna kuning pada tinja berhubungan  dengan susu, jagung, obat santonin, atau bilirubin yang belum berubah. Bau busuk terjadi karena di dalam usus terjadi pembusukan isinya, yaitu protein yang tidak di encerkan dan di rombak oleh kuman- kuman. Reaksi-reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Bau tengik dalam tinja di sebabkan oleh perombakan zat lemak dengan pelepasan asam-asam lemak.konsistensi tinja ini lembek agak cair dan tidak terbentuk.selain itu,tinja ini terdapat atau berbentuk lendir serta tercampur darah. Hal ini di sebabkan karena adanya amoeba dan juga ada rangsangan radang pada dinding usus.
Pada pemeriksaan mikroskopik tinja meliputi :
1.    Sel epitel
Berasal dari dinding usus bagian distal.sel epitel dari bagian proximal kadang-kadang rusak.
2.    Leukosit
Lebih jelas terlihat kalau di campur dengan larutan asam asetat 10 %.leukosit pada jumlah besar di temukan pada penyakit disentri basiler, colitis ulcerosa dan peradangan.
3.    Eritrosit
Di temukan bila ada lesi dalam colon, rectum atau anus.
4.    Kristal
Jika ada kelainan di jumpai Kristal – Kristal tripel fosfat, calcium oxalate, dan asam lemak.
5.    Sisa makanan
Sebagian besar dari makanan daun – daun dan sebagian berasal dari hewan seperti serat, otot dan serat elastik.
6.    Telur cacing
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis mungkin dapat di lihat.

Larutan yang di pakai pada pemeriksaan mikroskopik yaitu eosin 1 % sebagai pengencer tinja untuk melihat  protein dalam tinja. Sedangkan lugol 1 – 2 % untuk melihat karbohidrat.
BAB V
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari hasil pengamatan tinja secara mikroskopik, dapat disimpulkan:
1.         Warna tinja normal yaitu kuning kecoklatan.
2.         Bau tinja normal yaitu bau khas.
3.         Konsistensinya tidak normal karena tinja agak cair dan tidak berbentuk.
4.         Terdapat lendir pada tinja tersebut.
Sedangkan, pada pemeriksaan mikroskopik tinja, didapat hasil sebagai berikut:
1.    Pada pemeriksaan protein di dalam sampel tinja ini mengandung leukosit, eritrosit, asam urat, urat amorf, Ca-oxalat. Tidak di temukan protein.
2.    Pada pemeriksaan karbohidrat terbukti mengandung karbohidrat.

B.   Saran
1.    Perhatikan kebersihan alat, bahan dan reagen yang digunakan, agar mengurangi resiko kontaminasi.
2.    Pada saat proses pengerjaan harus hati – hati dan bersih agar tidak menyebabkan bau di dalam laboratorium.
3.    Gunakan APD (Alat Pelindung Diri) dengan baik dan benar.
4.    Di dalam Lab disarankan agar tidak terlalu banyak berbicara.












LAMPIRAN

1.    Pemeriksaan Urine





                                          Bakteri                                           Calsium phosphat






              Eritrosit                                                                              Kalsium oxalat






Kristal amorf urat                                            Kristal triple phosphat dng latar belakang  hialin


   
                                                                                                           
Kristal asam urat





Leukosit                                                        Cystine
Metode horisson   






Bilirubin urin ( tes busa, Lugol iodin dan tes glimelin )

Tes reduksi urine







DAFTAR PUSTAKA


Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat. Jakarta
Wijaya Kusuma, Hembring. Mengatasi imotensi secara efektif dan alamiah. PT. Media Komputindo kelompok Gramedia. Jakarta.