BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Praktikum kimia klinik
dapat digunakan untuk melatih mahasiswa agar dapat belajar dan mengenal
pemeriksaan urine secara makroskopis dan mikroskopis untuk membantu menegakkan suatu diagnosa penyakit. Urine
yang normal jumlahnya adalah 1-2 liter sehari, tetapi cairan urine dapat
meningkat volumenya sesuai dengan jumlah cairan yang dimasukkan ke dalam tubuh
kita.
Pada praktikum ini, kita
akan mengenal dan lebih mendalami cairan urine secara kasat mata/makroskopik.
Disini kita akan membahas peran dari urine dalam tubuh dan kelainan-kelainan
yang terdapat pada urine.
Sebelum menilai
hasil analisa urine, perlu diketahui tentang proses pembentukan urine. Urine
merupakan hasil metabolisme tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal.Dari 1200 ml
darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit.
Filtrat tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli
ginjal yang akhirnya terbentuk 1 ml urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pemeriksaan urine selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga
bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan dipelbagai organ tubuh seperti
hati, saluran empedu, pankreas, korteks adrenal, uterus dan lain-lain.
Selain itu praktikum
kimia klinik dapat digunakan untuk melatih mahasiswa agar dapat belajar dan
mengenal pemeriksaan reduksi urine untuk membantu menegakkan diagnosa suatu
penyakit. Makanan dan minuman yang dikonsumsi dapt memberikan efek negatif bagi
tubuh kita. Salah satu contohnya yaitu penyakit diabetes melitus, yang merupakan penyakit yang timbul akibat
tingginya kadar glukosa dalam tubuh, karena mengkonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung banyak gula. Pada praktikum ini, kita akan mengenal dan lebih mendalami pemeriksaan
reduksi urine secara mendetail.
B.
TUJUAN
PERCOBAAN
1. Makroskopis dan Mikroskopis urine
a. Umum
1. Untuk
membantu mendiagnosa suatu penyakit.
2. Untuk
flow-up penyakit penderita.
3. Mengetahui
prognosa penyakit.
4. Mengenali
faal dan fungsi organ dalam tubuh.
b. Khusus
1. Mengetahui
adanya kelainan dalam fraktus urineorius dan urogenitaris.
2. Mengetahui
adanya penyakit atau kelainan pada ginjal.
Untuk mengetahui adanya unsur-unsur yang
berada dalam sedimen urine.
2. Protein Urine
Untuk
mengetahui adanya protein dalam urine
3.
Glukosa / Reduksi Urine
Mengetahui adanya
glukosa dalam urine.
4. Bilirubin Urine
Untuk
melihat adanya bilirubin dalam urine.
C.
MANFAAT
PERCOBAAN
1. Menambah
wawasan bagi penulis dalam pemeriksaan urine secara makroskopik.
2. Memperdalam
wawasan agar lebih mengetahui secara detail kelainan dalam urine dengan
penyakit yang menyebabkannya.
3. Sebagai
masukan bagi pembaca dalam melaksanakan praktikum selanjutnya.
D.
PRINSIP PRAKTIKUM
a)
Makroskopis Urine
1. Analisa penyakit secara makroskopis menggunakan
masing-masing alat sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan.
2. Untuk menggambarkan rupa urine harus dilakukan secepatnya
setelah urine dikeluarkan dengan cahaya tembus yang mana urine dinyatakan
dengan kuning tua, kuning muda dan ta berwarna.
3. Celupkan kertas indikator ke dalam urine dimana perubahan
warna yang terjadi menunjukkan pHnya, kertas itu kemudian dibandingkan dengan
standar.
4. Adanya bau semula yang ada pada urine yaitu NH3
cukup bermakna dalam membantu diagnosa.
5. Bj urine diukur dengan urinometer yang mempunyai skala
1,000 – 1 (Bj aquades adalah 1000 pada temperatur 200C) dimana temperatur urine
diperhatikan. Koreksinya terhadap hasil yang diperoleh.
b)
Mikroskopis urine
Untuk melihat adanya
elemen-elemen (sel-sel, kristal-kristal dan sebagainya) dalam urine maka
dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop. Hal ini dikerjakan dengan melakukan
pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu sehingga elemen-elemen
tersebut terpisah dari larutan supernatannya.
c)
Protein Urine
·
Tes dengan asan
sulfosalicyl 20% : Adanya protein dalam urine dinyatakan dengan
timbulnya kekeruhan setelah penambahan asam sulfosalicyl 20%.
·
Tes dengan asam acetat
6% :
untuk menyatakan adanya protein dalam urine berdasar pada timbulnya
kekeruhan. Pemberian asam asetat 6% akan lebih mendekatkan pada titik
isoelektris. Sedangkan pemanasan selanjutnya untuk mengadakan denaturasi
sehingga terjadilah presipitasi yang dinilai secara semikuantitatif.
d)
Reduksi Urine
Zat pereduksi dalam
urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dlama larutan basa, seperti Cu,
Bi, Hg, Fe.
Dalam tes benedict dan
fehling, glukosa dan bahan-bahan pereduksi dalam urine akan mereduksi cupri
sulfat yang berwarna biru menjadi endapan cupro oksida yang berwarna merah
dalam suasan alkali.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Makroskopis dan Mikroskopis urine
Urine adalah suatu
larutan kompleks yang mengandung bahan-bahan organik dan anorganik sisa dari
metabolisme tubuh yang di filtrasi oleh gamerolus ginjal dan dikeluarkan dari
tubuh melalui saluran kemih. Dalam pemeriksaan urine secara
makroskopik yang diperiksa adalah volume. warna, kejernihan, berat jenis, bau
dan pH urine.
Pengukuran volume
urine berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif
atau semi kuantitatif suatu zat dalam urine, dan untuk menentukan kelainan
dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urine yang dikerjakan
bersama dengan berat jenis urine bermanfaat untuk menentukan gangguan faal
ginjal. Banyak sekali faktoryang mempengaruhi volume urine seperti umur, berat
badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas
orang yang bersangkutan. Rata-rata didaerah tropik volume urine dalam 24 jam
antara 800--1300 ml untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urine selama 24
jam.
Lebih dari 2000 ml maka keadaan itu disebut poliuri.
Poliuri ini mungkin terjadi pada keadaan fisiologik seperti pemasukan cairan
yang berlebihan, nervositas, minuman yang mempunyai efek diuretika. Selain itu
poliuri dapat pula disebabkan oleh perubahan patologik seperti diabetes mellitus,
diabetes insipidus, hipertensi, pengeluaran cairan dari edema. Bila volume
urine selama 24 jam 300--750 ml maka keadaan ini dikatakan oliguri.Keadaan ini
mungkin didapat pada diarrhea, muntah - muntah, deman edema, nefritis menahun.
Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urine selama 24 jam kurang dari 300
ml. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal. Jumlah urine
siang 12 jam dalam keadaan normal 2 sampai 4 kali lebih banyak dari urine malam
12 jam. Bila perbandingan tersebut terbalik disebut nokturia, seperti didapat
pada diabetes mellitus.
Pemeriksaan terhadap warna urine mempunyai makna karena
kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urine dinyatakan dengan
tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah,
coklat, hijau, putih susu dan sebagainya. Warna urine dipengaruhi oleh
kepekatan urine, obat yang dimakan maupun makanan. Pada umumnya warna
ditentukan oleh kepekatan urine, makin banyak diuresa makin muda warna urine
itu. Warna normal urine berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang
disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin dan
porphyrin. Bila didapatkan perubahan warna mungkin disebabkan oleh zat warna
yang normal ada dalam jumlah besar, seperti urobilin menyebabkan warna coklat.
Disamping itu perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya zat warna abnormal,
seperti hemoglobin yang menyebabkan warna merah dan bilirubin yang menyebabkan
warna coklat. Warna urine yang dapat disebabkan oleh jenis makanan atau obat
yang diberikan kepada orang sakit seperti obat dirivat fenol yang memberikan
warna coklat kehitaman pada urine.
Kejernihan dinyatakan
dengan salah satu pendapat sepertijernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh.
Biasanya urine segar pada orang normal jernih. Kekeruhan ringan
disebutnubeculayangterdiri dari lendir, sel epitel dan leukosit yang lambat
laun mengendap. Dapat pula disebabkan oleh urat amorf, fosfat amorf yang
mengendap dan bakteri dari botol penampung. Urine yang telah keruh pada waktu
dikeluarkan dapat disebabkanoleh chilus, bakteri, sedimen seperti epitel,
leukosit dan eritrosit dalam jumlah banyak.Pemeriksaan berat jenis urine
bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu dengan memakai falling,
drop, gravimetri,
menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens pita'. Berat jenis urine
sewaktu padaorang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis urine herhubungan
erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat jenisnya dan
sebaliknya. Makin pekat urine makintinggi berat jenisnya, jadi berat jenis
bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat jenis
1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini dapat
dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis urine
kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake
cairan yang berlebihan, hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal
yang menahun.
Untuk menilai bau
urine dipakai urine segar, yang perlu diperhatikan adalah bau
yang abnormal. Bau urine normal disebabkan oleh asam organik yang mudah
menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol,
pate, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria. Bau
amoniak disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada
urine yang dibiarkan tanpapengawet. Adanya urine yang berbau busuk dari semula
dapat berasal dari perombakan protein dalam saluran kemih misalnya pada
karsinoma saluran kemih.
Penetapan pH
diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,5 -
8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk
ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia
coli biasanya urine bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan
kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi atnoniak akan menyebabkan urine
bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat atau kalsium fosfat urine
dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah terbentuknya batu urat atau
oksalat pH urine sebaiknya dipertahankan basa.
Nilai
normal urine
1.
Volume
= + 1,5 – 2 L per hari.
2.
Warna
=
Kuning
3.
Kejernihan
atau kekeruhan = jernih
4.
Berat
Jenis Urinometer = 1,015
– 1,025
Berat jenis refraktometer = 1,002 – 1,030
5.
Bau =
amoniak
6.
pH =
7,0 – 7,5
2.
Protein Urine
Adanya
protein dalam urine dinyatakan berdasarkan timbulnya kekeruhan setelah penambahan sulfosalisil 20% dan asam
asetat 6%. Karena padatnya atau kasarnya kekeruhan sehingga menggunakan sampel
urine yang jernih betul. Pemeriksaan
terhadap protein urine termasuk pemeriksaan rutin untuk menyatakan adanya
kekeruhan. Sampel yang digunakan pada percobaan harus urine yg jernih betul
untuk menjadi syarat penting terhadap tes – tes protein. Jika urine yang akan
diperiksa jernih, boleh terus dipakai, kalau keruh pakailah cairan atas dari
urine pusingkan atau fitrat urine.
3.
Glukosa / reduksi Urine
Prinsip dalam pemeriksaan
ini, yaitu zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu
dalam larutan basa seperti Cu, Bi, Hg dan Fe, dalam test Benedict dan fehling.
Glukosa dan bahan-bahan pereduksi dalam urine akan mereduksi sulfat yang
berwarna biru menjadi endapan sukrooksida yang berwarna merah dalam suasana
alkali. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan
penyaring. Menyatakan adanya glukosa dapat dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda asasnya. Cara yang tidak spesifik menggunakan sifat glukosa
sebagai zat pereduksi. Pada tes-test semacam itu terdapat suatu zat dalam
reagens yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Di antara
banyak macam reagens yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang
mengandung garam cuprilah banyak dipergunakan.
Glukosuria dapat dibuktikan
juga dengan cara spesifik yang menggunakan enzim glukosa-oxidasa untuk merintis
serentetan reaksi dan berakhir dengan perubahan warna dalam reagens yang
digunakan.
Salah satu reagens yang digunakan yaitu
reagens kualitatif Benedict, dengan komposisi sebagai berikut:
CuSO4.5H2O 17,3
gram;
Na3C6H5O7.2H2O 173,0 gram;
Na2CO3.10aq 100 gram;
Aquadest ad 1.000
ml.
Karena hasil disebut dengan cara
semikuantitatif, perbandingan banyak reagens dan urine penting dalam melakukan
test ini. Untuk menghemat reagens test ini sering dijalankan dengan 2,5 ml
reagens dan 3-4 tetes urine; hasilnya tidak jauh berbeda. Air tempat memasukkan
tabung reaksi harus mendidih betul; salah jika hanya memakai air yang panas
saja. Jika hanya akan memeriksa satu dua pemeriksaan reduksi, pemanasan boleh
dilakukan juga denga nyala api; dalam hal itu isi tabung harus perlahan-lahan
mendidih selama 2 menit penuh. Cara menilai hasil yang menyimpang dari yang
disebut tadi janganlah dipakai. Melaporkan hasil dengan misalnya +, zwak
+, nareductie, dan sebagainya, tidak dapat dibenarkan. Di antara reagensia yang
mengandung garam cupri untuk menyatakan reduksi, reagens Benedictlah yang
terbaik. Biarpun begitu, selalu hendaknya diingat bahwa yang ditentukan ialah
sifat reduksi sesuatu zat saja, yang tidak selalu berarti glukosa. Juga
monosacharida lain, seperti galaktosa, fruktosa, dan pentose, disacharida
seperti laktosa dan beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat dan
alkapton dapat mengadakan reduksi. Zat bukan gula dalam urine yang mungkin
mengandakan reduksi, misalnya: formalin (pengawet), glucoronat-glucoronat
(hasil konjugasi dal;am hati dengan macam-macam zat dan obat-obat seperti
streptomycin), salicylat-saliculat dalam kadar tinggi, vitamin C, dan
sebagainya. Jika urine banyak mengandung albumin, yaitu dengan reaksi 3+ atau
4+, buanglah dulu albumi itu karena mungkin jumlah besar albumin dapat
mengadakan reduksi pula. Caranya ialah dengan memasak urine seperti pada test
pemanasan dengan asam asetat, kemudian menyaringnya. Filtrate dipakai untuk
pemeriksaan reduksi. Jika ingin memastikan bahwa reduksi disebabkan oleh
glukosa, lakukanlah test dengan fenilhidrazine untuk menyusun Kristal-kristal
glukosazon yang mudah diidentifikasi, atau lakukanlah test terhadap glukosa
dengan reagens yang berisi glukosa-oxidasa. Untuk membuktikan adanya gula-gula
lain dapat dijalankan test-test khusus terhadap, misalnya galaktosa, pentose,
fruktosa dan laktosa. Reagens lain-lain seperti Fehling, Nylander dan
lain-lain, untuk memeriksa reduksi dalam urine tidak dianjurkan untuk pekerjaan
sehari-hari, meskipun dalam keadaan tertentu masih ada juga gunanya.
4.
Bilirubin Urine.
Dalam keadaan patologik
dapat dinyatakan adanya bilirubin dalam urine. Jika urine dibiarkan sebagian
kecil aripada bilirubin itu berubah menjadi biliverdin oleh oxidasi; perubahan
itu mencepat oleh sinar matahari. Secara
normal, bilirubin tidak dijumpai di urine. Bilirubin terbentuk dari penguraian
hemoglobin dan ditranspor ke hati, tempat bilirubin berkonjugasi dan diekskresi
dalam bentuk empedu. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk) ini larut dalam
air dan diekskresikan ke dalam urine jika terjadi peningkatan kadar di serum.
Bilirubin tak terkonjugasi (bilirubin indirek) bersifat larut dalam lemak,
sehingga tidak dapat diekskresikan ke dalam urine. Diantara
banyak macam test untuk menyatakan adanya bilirubin,terdapat 4 test dalam
pemeriksaan bilirubin yaitu test
busa,test Harrison,test lugol iodine dan test gemelin. Dari keempat test ini
mempunyai prinsip masing-masing.Pada test busa prinspnya adanya bilirubin dalam
urine bila dilakukan pengocokan akan timbul busa warna kuning yang tidak segera
hilang, pada test Harrison adanya bilirubin dalam urine akan dioxidasi oleh
reagen fouchet menjadi biliverdin yang
berwarna hijau dimana sebelumnya bilirubin diendapkan oleh barium klorida (BaCL2),pada
test lugol iodin dimana iodine ditambahkan kedalam urine yang mengandung pigmen
empedu akan membentuk warna hijau/peristiwa oxidasi sedangkan pada test gemelin
adanya bilirubin dalam urine akan dioxsidasi oleh reagen asam nitrat menjadi
warna pelangi.
BAB
III
METODE KERJA
1. Makroskopis
Urin
a. Menentukan
Kejernihan dan warna
1) Prinsip
: Untuk menggambarkan rupa urin harus dilakukan secepatnya setelah urin
dikeluarkan denga cahaya tembus, yang mana urin dinyatakan dengan kuning muda ,
kuning tua, oklat / tak berwarna, juga urin itu dinyatakan dengan jernih atau
keruh pada waktu dikeluarkan.
2) Alat
: - Tabung Reaksi
- Rak
Tabung
3) Bahan : Urine
4) Prosedur Kerja :
-
Isi tabung reaksi dengan 3/4 tabung.
-
Tijaulah pada tebal
lapisan 7-10 cm dengan cahaya tembus dalam sikap serong
-
Untuk menentukan warna
gunakan latar belakang warna putih.
-
Untuk menentukan kejernihan
dan kekeruhan gunakan latar belakang warna hitam.
b. Menentukan
Bau
1) Prinsip
: adanya bau yang semula ada, cukup
bermakna dalam membantu suatu diagnosa.
2) Alat : Tabung reaksi
3) Bahan : Urine
4) Prosedur
Kerja :
-
Isi tabung reksi dengan
urine 3/4 penuh.
-
Bauhilah dengan cara
mengibas-kibaskan tangan agar
uap dari urine dapat tercium.
c. Pemeriksaan
Keasaman urine.
1) Prinsip
: terjadinya perubahan warna pada kertas indikator yang sesuai dengan warna
standar menunjukkan pH urin tersebut.
2) Alat : - Tabung reaksi
-
Rak tabung
-
Kertas indicator pH
3) Bahan : Urine
4) Prosedur Kerja
-
Isi tabung reaksi dengan
urine ½ bagian.
-
Celupkan kertas indicator
kedalam tabung.
-
Bandingkan kertas indicator
dengan warna standar.
-
Kemudian catat pH yang dihasilkan.
d. Pemeriksaan
BJ urine metode urinometer
1) Prinsip
: Berat jenis urin diukur dengan alat urinometer, dimana suhu urin harus
diperhatikan koreksinya terhadap hasil yang diperoleh.
2) Alat : - Urinometer
-
Gelas ukur
3) Bahan : Urine
4) Prosedur Kerja
-
Tuanglah 40ml urine kedalam
gelas ukur.
-
Lepaskanlah secara perlahan
Urinometer kedalam gelas ukur sehingga bebas dari dinding gelas ukur.
-
Untuk melepaskannya putar
Urinometer dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk.
-
Setelah Urinometer terapung
di tengah-tengah dan tidak menempel pada dinding tabung,
bacalah berat
jenis (BJ) tanpa paralaks pada miniskus bawah.
e. Pemeriksaan
BJ urine metode refraktometer
1) Alat : - Refraktometer
- Pipet
tetes
2) Bahan : Urine
3) Prosedur Kerja
-
Siapkan refraktometer.
-
Teteskan setetes urine ke
bagian refraktometer.
-
Atur pencahayaannya, lalu
lihat secara visual (secara
langsung).
Tata cara pembacaan
hasil :
ü Urinometer yang dipakai hendaklah dilihat terlebih dahulu
suhu teranya, biasanya pada suhu antara 150C dan 270C.
ü Koreksi terhadap pembacaan hasil :
Suhu : setiap kenaikan atau penurunan 30C
30C dari suhu tera, hasil pembacaan harus ditambah atau dikurangi 1
(0,001).
Bj
Koreksi Suhu : Bj terbaca + suhu
kamar – suhu tera X 0,001
3
|
|
Rumus Tanpa Pengenceran :
Rumus dengan pengenceran
:
X = tiga angka
dibelakang decimal dari Bj terbaca.
Bj
Koreksi Suhu : Bj koreksi pgncran +
suhu kamar–suhu tera x 0,001
3
|
|
Rumus Bj koreksi Suhu :
2. Mikroskopis urine.
a.
Prinsip : untuk melihat
adanya elemen-elemen ( sel-sel kristal-kristal dan sebagainya) dalam urin maka
dilakukan pemeriksaan dibawah mikroskop. Hal ini dikerjakan dengan melakukan
pemusingan pada kecepatan tertentu dan waktu tertentu sehingga elemen-elemen
tersebut terpisah dari larutan supernatannya
b.
Alat : -
Tabung sentrifuge
-
Sentrifuge
-
Objek glass
-
Deck glass
-
Pipet tetes
-
Botol/penampung urine
-
Mikroskop
c.
Bahan : Urine
sewaktu
d.
Prosedur Kerja :
-
Kocoklah urine secara pelan-pelan
-
Masukkan
urin kedalam tabung sentrifuge + ¾ penuh.
-
Pusing selama 5 menit dengan
kecepatan 1.500-2.000 Rpm.
-
Buanglah supernatannya
dengan cara membalikkan tabung sentrifuge secara cepat dan tanpa ada getaran.
-
Kocoklah tabung untuk
mensuspensikan sedimen yang tertinggal di bawah dasar tabung.
-
Dengan
menggunakan pipet tetes dan taruhlah 2 (dua) tetes sedimen terpisah ke atas sebuah objek glass dan tutup dengan
deck glass.
-
Amati dibawah mikroskop
dengan pembesaran 10x untuk mencari lapang pandang,setelah itu rubah ke
pembesaran 40x untuk melakukan pemeriksaan.
-
Hitunglah dalam 10x lapang
pandang.
Tata
cara pembacaan hasil.
1)
Jumlah unsur-unsur sedimen
yang tampak dilaporkan secara semikuantitatif yaitu jumlah rata-rata per lapang
pandang kecil atau besar.
2)
Jumlah silinder dilaporkan
rata-rata perlapang pandang kecil 10x.
3)
Jumlah rata-rata Eritrosit
dan Leukosit dilaporkan dengan lapang pandang 40x.
4)
Jumlah sel Epitel atau
Kristal cukup di laporkan dengan tanda :
1. (-) : Tidak ada
2. (+) :
Ada,Sedikit.
3. (++) : Ada
sedang.
4. (+++) : Ada banyak.
5. (++++) :
Banyak sekali
Harga
Normal
Eritrosit : 0-1/lapang pandang
kecil
Leukosit : 0-3/lapang pandang kecil
3.
Protein Urine
Ada dua cara pemeriksaan;
1.
Test dengan asam
sulfosalisil 20%
a) Prinsip : adanya protein dalam urin
dinyatakan dengan timbulnya kekeruhan setelah penambahan asam sulfosalicyl 20%
b) Alat : - Tabung reaksi
-
Rak tabung
-
Bunzen
-
Penjepit tabung
c) Bahan : Urine sewaktu
d) Reagen : Asam sulfosalicyl 20 %
e) Cara
kerja :
-
Siapkan 2 tabung reaksi,
masing – masing diisi dengan 2 ml urine jernih
-
Tabung pertama ditetesi 8
tetes asam sufoslicyl
20% lalu dikocok.
-
Bandingkan isi tabung I
dengan tabung II dan dinilai secara semikuantitatif
-
Untuk membedakan adanya protein albumin, globulin
dan protein Bance Jones panasi tabung I diatas nyala api sampai mendidih dan
kemudian dinginkan kembali dengan air mengalir.
1) Jika
kekeruhan tetap ada waktu pemanasan setelah didinginkan berarti tes terhadsp
protein + protein mungkin albumin/globulinmungkin keduanya
2) Jika
kekeruhan hilang waktu pemanasan, tetapi muncul lagi setelah dingin, mungkin
penyebabnya protein Bence Jones, dan perlu di selidiki lebih lanjut.
2. Test dengan asam
asetat 6%
a) Prinsip : Untuk menyatakan adanya
perotein dalam urin berdasarkan pada timbunya kekeruhan. Pemberian asat asetat
6 % akan lebih mendekatan ke titik isoelektrik. Sedangkan pemanasan selanjutnya
untuk mengadakan denaturisasi sehingga terjadilah presipitasi yang dinilai
secara semikuantitatif.
b) Alat : - Tabung reaksi
-
Rak tabung
-
Bunzen
-
Penjepit tabung
c) Bahan : Urine sewaktu
d) Reagen : Asam asetat 6%
e) Cara
kerja :
-
Masukan urine jernih kedalam
tabung reaksi 2/3 penuh dengan memegang tabung reaksi pada ujung bawah, lapisan
atas urine dipanasi dengan nyala api sampai mendidih selama 30 detik.
-
Perhatikan terjadinya
kekeruhan dilapisan atas urine itu, dengan membanding jernihnya dengan bagian
bawah yang tidak dipanasi.
-
Jika terjadi kekeruhan, mungkin ia disebabkan oleh
protein tapi mungkin juga oleh Ca phosphat/Ca karbonat
-
Kemudian teteskanlah ke
dalam urine yang masih panas itu 3-5 tetes asam asetat 6%
-
Jika kekeruhan itu lenyap
dan timbul gas, kekeruhan tersebut disebabkan oleh Ca carbonat.
-
Jika kekeruhan tetap ada
atau menjadi lebih keruh lagi, tes terhadap protein ini +,panasilah sekali lagi
lapisan itu sampai mendidih dan kemudian kemudian berilah penilaian semi kuatitatif
pada hasilnya.
3. Test dengan metode Heller
a) Prinsip : Protein dalam urine mengalami denaturasi oleh
asam nitrat pekat yang tampak sebagai cincin putih pada perbatasan kedua cairan
b) Alat : - Tabung
reaksi
-
Rak tabung
-
Bunzen
-
Penjepit tabung
c) Bahan : Urine sewaktu
d) Reagen : HNO3
Pekat
e) Cara
kerja :
-
Masukan
3ml asam nitrat pekat kedalam tabung reaksi melalui dinding tabung yang
dimiringkan.
-
Tambahkan
3ml urine dengan menggunakan pipete mohr melalui dinding tabung sehingga kedua
cairan tidak langsung bercampur
-
Perhatikan
cincin putih yang terbentuk.
-
Cincin
putih menunjukan adanya urea, asam urat, dan garamnya.
TATA
CARA PEMBACAAN HASIL / INTERPRESTASI HASIL
1. Untuk
menguji adanya kekeruhan, periksalah tabung itu dengan cahaya berpantul dengan
latar belakang hitam
2. Penilaian
hasil pemeriksaan secara semikuantitatif dinyatakan sebagai berikut
-
- (negatif) : tidak ada kekeruhan sedikitpun juga
- +1
(positif 1) : ada kekeruhan ringan tanpa
butir – butir (kadar protein ± 0,01 – 0,05%)
- +2
(positif 2) : kekeruhan mudah dilihat dan
tampak butir – butir dalam kekeruhan (kadar ±0,05 – 0,2 %)
- +3
(positif 3) : urine jelas keruh dan
kekeruhan berkeping – keeping (kadar protein ± 0,2 – 0,5 % )
- +4
(positif 4) : urine sangat keruh dan
kekeruhanya berkeping – keeping besar/ mengumpal / memadat (kadar protein lebih
dari 0,5 %) .
4.
Glukosa / Reduksi Urine
Dalam pemeriksaan
glukosa urine, ada dua cara penentuan:
1. Tes Benedict
a) Prinsip :
Zat pereduksi dalam urin dapat meruduksi ion –ion logam tertentu dalam basa
seperti Cu, Bi, Hg, Fe.
Dalam test benedict dan Fehling glukosa dan bahan-bahan
pereduksi dalam urin akan mereduksi cupri sulfat yang berwarna biru menjadi
cupro oksida yag berwarna merah dalam suasana alkali
b) Alat : -
Bunsen
-
Kaki tiga
-
Penjepit tabung
-
Pipet tetes
-
Pipet ukur 5ml
-
Rak tabung
-
Tabung reaksi
-
Timer
-
Wadah penampung urine
-
Water bath
c) Bahan : Urine
sewaktu/urine segar
d) Reagen : Benedict
· Cuffer sulfat (CuSO4.5H2O)...17,3
gram
· Tri sodium citrat (Na3C6H5O7.2H2O)...17,3
gr.
· Sodium carbonat (Na2CO3 anhydrous)..100 gram
· Aquades 1000ml
e) Cara
Kerja :
-
Masukkanlah 5ml reagens
Benedict ke dalam tabung reaksi.
-
Teteskan sebanyak 5-8 tetes
(jangan lebih!) urine ke dalam tabung itu.
-
Panaskan langsung diatas
api samapi mendidih salama 2 menit / Masukkanlah
tabung itu kie dalam air mendidih selama 5 menit.
-
Angkatlah tabung, kocoklah
isinya serta dinginkan
dalam suhu kamar.
-
Bacalah
hasil reduksinya.
2. Tes
Fehling
a) Alat : - Bunsen
-
Kaki tiga
-
Penjepit tabung
-
Pipet tetes
-
Pipet ukur 5ml
-
Rak tabung
-
Tabung reaksi
-
Timer
-
Wadah penampung urine
-
Water bath
b) Bahan : Urine
sewaktu/urine segar
c) Reagen : Fehling
A
·
Cuffer sulfat
(CuSO4.5H2O).......35 gr
·
Aquades
add............................. 1000ml
Fehling B
·
Garam Seignetti
(lartratis kalico.natrici)17,3 gr
·
Hydrastis natrici .......................50-60 gr
·
Aquades
...................................
1000ml
d) Cara
Kerja :
-
Siapkan tabung reaksi yang
bersih, masukkan 2 ml
reagen Fehling A, kemudian tambahkan dengan 2
ml reagen Fehling B.
-
Masukkan 1 ml urine ke dalam tabung.
-
Campu baik – baik
anaskan sampai mendidih
-
Jauhkan dari api
kocoklah, baca hasilnya.
5.
Bilirubin Urine
Dalam pemeriksaan bilirubin urine, ada
tiga cara penentuan:
1. Tes Busa
a) Prinsip : bilirubin
dalam urin bila dikocok akan timbul busa kuning yang tak segera hilang.
b) Alat : - Tabung
reaksi
- Rak
tabung
c) Bahan
: 5 ml urine segar.
d) Cara
Kerja
-
5 ml urine segar dimasukan
kedalam tabung reaksi
dan dikocok secara kuat.
-
Kemungkinan adanya bilirubin
dilihat dari adanya busa berwarna kuning.
2. Tes lugol iodin
a) Prinsip : Dalam urin yang mengandung pigmen empedu akan
membentuk warna hijau / peristiwa oksidasi.
b) Alat : - Tabung
reaksi
-
Rak tabung
-
Gelas ukur 10 ml
-
Pipet tetes
c) Bahan : 4 ml urine
d) Reagen : Lugol Iodin
Komposisi
Lugol Iodin
Iodium
1 gr
KI 2 gr
Aquadest 100 ml
e) Cara
kerja
-
4 ml urine dimasukan kedalam
tabung reaksi lalu tambahkan 4 tetes larutan lugol iodine.
-
Kocoklah tabung perlahan-lahan.
-
Lihatlah perubahan warna
yang terjadi setelah beberapa saat.
f) Pembacaan
hasil
Positif
( + ) : Warna hijau
Negatif ( - ) : Warna kekuningan/coklat
3. Test Glimelin
a) Prinsip : Adanya bilirubin urin akan dioksidasi oleh
asam nitrat menjadi warna pelangi.
b) Alat : -
Tabung reaksi
-
Rak tabung
c) Bahan : 2 ml urine
d) Reagen : Asam Nitrat pekat (HNO3)
e) Cara
Kerja :
-
2 ml urine dimasukan kedalam
tabung reaksi.
-
Tambahkan tetes demi tetes
larutan asam nitrat pekat sebanyak 1-2 ml. Penetesan dilakukan melalui dinding tabung.
-
Perhatikan warna yang
terjadi setelah penambahan asam nitrat pekat. Letakan tabung dalam sikap tegak
dan tanpa getaran.
f) Pembacaan
hasil
Hasil
positif ( + ) dilihat dari adanya cincin berwarna pelangi.
BAB
IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Data pengamatan
a) Makroskopis Urine
Nama pasien : NN Fransiska Yulia Mahat
Umur :
18 Tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
|
|
Probandus :
ü Warna : Kuning Muda
ü Bau :
Amoniak
ü Kejernihan : Jernih
ü Volume :
130 ml
ü Keasaman : 7,0
ü Berat
jenis : Urinometer
:
1,011
Keterangan
Suhu
kamar : 270 C
Suhu
tera : 200 C
Bj Terbaca = 1,009 (Bj normal Urine sewaktu )
Rumus tanpa pengenceran
b) Mikroskopis Urine
Setelah dilakukan pengamatan sebanyak 10x lapang pandang
ditemukan:
ü Sel epitel : (+)
ü Erytrosit : 0-2/lapang pandang
ü Serat tumbuhan : (+)
ü Benang lendir : (+)
c) Pemeriksaan Protein Urine
Nama
pasien : Tn Boby Lien
Umur :
20 Tahun
Jenis kelamin :
Laki-Laki
|
|
Probandus :
Pengamatan
|
Tes Asam Sulfosalicyl 20%
|
Tes Asam Acetat 6%
|
Metode Heller
|
Kekeruhan
|
Tabung 1 TIDAK KERUH
|
Keruh setelah dipanasi, + asam asetat kekeruhan hilang
|
_
|
Gas
|
-
|
-
|
Ada gas
|
Cincin
|
-
|
-
|
Terdapat cincin ungu
|
d) Pemeriksaan Glukosa / Reduksi Urine
Nama
pasien : Tn Boby Lien
Umur :
20 Tahun
Jenis kelamin :
Laki-Laki
|
|
Probandus :
Pengamatan
|
Uji Fehling
|
Ui Benedict
|
Tabung 1
|
Hijau kekuning-kuningan
|
-
|
Tabung 2
|
Kuning keruh
|
-
|
Tabung 3
|
Lumpur keruh
|
-
|
Tabung 4
|
Merah keruh
|
-
|
e) Bilirubin Urine
Nama
pasien : nn. Lucia M.
Wain
Umur :
20 Tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
|
|
Probandus :
Tes
|
Pengamatan
|
Busa
|
Terdapat busa warna putih
|
Negatif
|
Lugol
|
Warna coklat
|
Negatif
|
Glimelin
|
Tidak ada cincin pelangi
|
Negatif
|
Horison
|
Tidak terjadi perubahan warna
|
Negatif
|
B.
Pembahasan
a) Makroskopis dan mikroskopis urine
Pemeriksaan
makroskopik Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat
jenis, bau dan pH urine. Pengukuran volume
urine berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif
atau semi kuantitatif suatu zat dalam urine, dan untuk menentukan kelainan
dalam keseimbangan cairan badan. Pengukuran volume urine yang dikerjakan
bersamaan dengan berat jenis urine bermanfaat untuk menentukan gangguan faal
ginjal . Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan urine maka orang tersebut
kemungkinan terkena suatu penyakit atau gangguan dari saluran ureter atau faal
ginjal. Sedangkan untuk pemeriksaan mikroskopis urine Pemeriksaan
mikroskopik yang diperiksa adalah. pemeriksaan sedimen urine. Ini penting untuk
mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya
penyakit.Apabila ditemukan kelainan dalam pemeriksaan urine maka orang tersebut
kemungkinan terkena suatu penyakit atau gangguan dari saluran ureter atau faal
ginjal.
b) Protein Urine
Test
dengan asam sulfosalicyl tidak ada protein hal ini ditandai dengan tidak adanya
kekeruhan. Test dengan asam asetat, setelah dipanasi adanya kekeruhan, hal ini
mungkin disebabkan oleh calsium fosfat atau Ca Karbonat. Dan setelah ditetesi
dengan asam asetat 6 % kekeruhan hilang, hal ini disebabkan adanya Calsium
karbonat. Dengan metode Heller terbentuk cincin ungu kemudian selang beberapa
menit terbentuk gas-gas kecil di atas permukaan. Kekeruhan yang sangat ringan
sukar dilihat, mungkin disebabkan tabung yang digunakan tidak bagus atau telah
tergores. Sumber reaksi negatif palsu pada pemanasan dengan asam asetat ialah
pemberian asam asetat yang berlebihan.
c) Glukosa / reduksi urine
Pada
percobaan diatas digunakan 2 sampel urine, sampel A sampel urine laki-laki
dewasa (56 tahun) sampel B sampel urine wanita (19 tahun). Pada hasil percobaan
yang didapat sampel B negatif, urine pasien tidak mengandung glukosa, urine
menjadi warna biru setelah di uji dengan test benedict, sedangkan sampel A
hasil yang didapat yaitu positif dalam urine mengandung glukosa setelah di uji
dengan uji Fehling.
d) Bilirubin urine
Pada
percobaan di atas menggunakan 3 metode pemeriksaan yaitu, Tes Busa, Tes Lugol
Iodin, Tes Glimelin dan metode Horisson. Hasil yang di dapat yaitu : dengan tes
busa setelah dilakukan pengocokkan pada sampel urine dalam tabung urine berbusa
warna putih, demikian pula dengan tes lugol iodin hasil yang diperoleh yaitu
urine berwarna coklat tidak menunjukkan adanya cincin pelangi demikian
sebaliknya terjadi pada tes glimelin tidak ada cincin pelangi. Test dengan
metode horisson tidak menunjukkan urine berwarna hijau setelah di uji
mengunakan reagen Fouchet.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
hasil pemeriksaan yang telah dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik urine
didapatkan hasil yang normal apabila
dibandingkan dengan harga atau nilai nomal, sehingga pasien di indikasi tidak
menderita penyakit tertentu. Pemeriksaan protein urine, dengan tes asam
sulfosalicyl hasil negatif tidak ada protein yang terbentuk demikian juga
dengan test asam asetat hasil negatif. Jika kekeruhan tetap ada atau menjadi
keruh lagi (metode asam asetat) tes terhadap protein positif. Pemeriksaan
glukosa urine, dari dua sampel urine yang di uji sampel A positif terdapat
glukosa dengan tes Fehling, sedangkan sampel urine B hasilnya negatif tidak
terdapat glukosa dengan tes atau uji benedict. Pemeriksaan bilirubin urine,
dari hasil percobaan di atas dengan uji tes busa, tes lugol-iodin, tes glimelin
dan metode horisson hasil negatif sehingga tidak ada kadar bilirubin dalam
urine.
B. Saran
a.
Perhatikan kebersihan
alat, bahan dan reagen yang digunakan, agar mengurangi resiko kontaminasi.
b.
Gunakan
APD (Alat Pelindung Diri) dengan baik dan benar.
c.
Sebaiknya sampel yang
digunakan adalah sampel yang dicurigai positif agar dapat membedakan hasil positif dan negative.
d.
Diharapkan semua praktikan
mengikuti praktikum ini
e.
Sebaiknya siapkan reagen
yang akan digunakan dengan lengkap agar bisa melakukan semua test pada
praktikum ini.
PEMERIKSAAN SPERMA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sperma adalah cairan semen dengan bau yang khas dan
keluar dari mulut penis ketika pria mengalami ejakulasi setelah mengalami
kepuasan atau orgasme. Sperma hanya biasa terlihat dengan menggunakan
mikroskop. Melalui mikroskop ini kita dapat mengetahui bahwa sperma berbentuk
seperti berudu atau kecebong yang terdiri dari kepala dan ekor. Bentuk ini menyebabkan
sperma daat berenang dengan cepat di dalam rahim wanita untuk mencapai sel
telur.
Sperma diproduksi didalam testis
atau testicles yang setiap harinya mencapai jutaan sperma. Proses keluarnya
sperma yaitu dari testis me;ewati ruang panjang yang dikenal dengan epididimis,
disini sperma menjadi matang. Selanjutnya sperma terus melakukan perjalanan
melalui sebuah tabung yang dinamakan vas deverens, dan berjalan menuju seminal
vehicles. Dalam seminal vehicles spema bercampur dengan sedikit cairan yang sudah
diproduksi dan merupakan dua tempat yang berada dibagian belakang kelenjar
prostt atau prostate gland.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui jumlah dan morfologi sperma.
2. Untuk
meneliti unsur-unsur yang terdapat dalam sperma ( cairan da semen ).
3. Untuk
melihat tingkat kesuburan pria apakah ada kelainan atau penyakit.
4. Untuk
melihat kelainan hormon seks.
C. Prinsip
Koagulan yang terdapat dalam sperma
normal akan mengalami pengenceran oleh adanya enzim yang terdapat pda bagian
yang cair dari sperma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sperma
Sperma adalah cairan putih kental yang terdiri dari semen
dan spermatozoa yang keluar dari laki-laki normal pada saat proses ejakulasi.
Tiap sperma terdiri dari 3 bagian yaitu kepala yang berbrntuk oval lebih besar
dari bagan tubuh lain, leher yang kecil yang didasarnya dihbungkan pada filamen axial yang berhubungan dengan
ekor dan ketiga adalah ekor yang panjang dan ramping yang bila melakkan gerakan
kebelakang bawah dapat menghasilkan gerakan aktif.
Sperma ini terdiri dari spermatozoa
sekresi dri kelenjar-kelenjar tambahan pada traktus urogenitalia laki-laki,
dimana system reproduksi ini dikendalikan oleh system neuro endoksin dan system
vaskuler. Yang termasuk dalam kelenjar tambahan ini adalah vesicula seminal,
prostate , epididimis, glandula bulboourthralis dan Litree.
Pada waktu ejakulat akan
mengeluarkan cairan prostate yang putih cair dan agak asam dengan pH kurang dari 7. Kemudian
menyusul cairan yang diserati coagulan, berasal dari vesicular seminalis,
ampula ductus deferent dan testis. Keseluruhan sperma dengan demikian akan
berjumlah 2-6 ml, berwarna keabuan berbau khas dan pH sekitar 7,2-7,8.
Pemeriksaan serma meliput pmeriksaan makroskopis, mikroskopis dan kimia.
Persiapan
dan syarat-syarat yang perlu diperhatikan.
1.
Masa Bastinensia seksualitas
Yaitu jarak waktu istirata tidak melakukan aktivitas
seksual. Baiasnya abstenensia yang diperlukan 3-5 hari.
2.
Cara pengeluaran sperma
- Masturbasi/onani
Yaitu
rtindakan menggosok kemaluan laki-laki/penis berulang-ulang. Sampai terjadi
ketegangan pada klimaksnya akan keluar sperma. Cara ini adalah cara yang paling
baik.
- Koitus
interuptus/senggama terputus
Adalah
tindakan sengama yang tidak diteruskan samapi akhir, tetapi diputus seingga
sperma tidak msuk ke vagina. Cara ini lebih representif dari pada masturbasi.
Keberatan yang paling jelas dari cara ini adalah keterlambatan pengiriman
ejakuat ke laboratorium, sehingga kurang didapat hasil yang teliti. Juga
kadang-kadang ada kontaminasi dari sekret genital vagina.
- Koitus
kondomatus/senggama dengan kondom
Pengumpulan
semen didalam kondom umumnya tidak dianjurkan karena biasanya kondom mengandung
spermicide, akan tetapi bila terpaksa menggunakan kondom maka perlu diersihkan
dulu dengan air hangat tanpa memakai sabun supaya kondom tersebut bebas dari
spermicide, kemudian dikeringkan.
Vibrator/alat perangsang.
BAB III
METODE KERJA
A. Makroskopis Sperma
a) Alat : - Gelas
ukur.
-
Pipet tetes
-
Objek glass
-
cover glass
-
kamar hitung
-
mikroskop
b) Bahan : Sperma
c) Reagen : - Oil
imersi
- Alkohol
- Cat
Giemsa siap pakai
1. Koagulasi
dan Liquifasi
a) Prinsip
: Koagulan
yang terdapat pada sperma normal akan mengalami pengenceran oleh adanya enzim
b) Tujuan : Untuk
mengetahui lamanya waktu yang diperlukan sperma untuk mencair dan melihat ada
tidaknya koagulan pada sperma.
c) Prosedur
Kerja
-
Sperma segera diamati apakah
ada koagulan
-
Catat hasilnya
-
Saat terjadi pencairan
sempurna lamanya sperma sejak di ejakulasi hingga mencairnya adalah waktu
liquifasi
Harga Normal : 15-20 menit
2. Kekentalan
atau viskositas
a) Prinsip
: viskositas atau kekentalan sperma akan teramati dengan sempurna setelah , asa liquifasi terjadi.
b) Prosedur
Kerja:
-
Hisap sampel dengan pipt
tetes.
-
setelah dihisap lepas karet
teteskan pada wadah dengan menutup ujung pipet dengan ujung jari.
-
Catat berapa waktu yang
dibutuhkan untuk meneteskan sampel tersebut dengan menggunakan stopwatch.
Nilai Normal
: 2 detik
3. Warna.
a) Prinsip
: untuk menggambarkan warna cairan sperma, harus dilakukan pemeriksaan
secepatnya dengan penerangan yang cukup
b) Prosedur
kerja
-
Tuang sampe dalam gelas ukur
-
Lihat warnanya pada latar
belakang putih pada cahaya yang cukup.
Nilai
Normal : putih kanji atau putih keabu-abuan,
4. Bau.
a) Prinsip : Adanya
bau yang semulah akan cukup bermakna dalam membantu suatu diagnosa atau
pemeriksan.
b) Prosedur
Kerja
-
Tuang sampel pada gelas ukur
-
Kibaskan telapak tangan dari
sampel ke hidung
Nilai
Normal : Bau langu atau bunga
akasia.
5. Volume.
a) Prinsip : Banyak
sperma yang diejakulasikan diukur volumnya dengan gelas ukur. Pembacaan dengan
menggunakan miniskus atas.
b) Prosedur
Kerja
-
Tuangkan ampel kedalam gelas
ukur.
-
Lihat berapa volumenya dan
catat hasilnya.
Nilai Normal
: 2-6 ml
6. pH.
a) prosedur
- Tuangkan
sampel kedalam gelas ukur
- masukan
kertas pH indikator kedalamnya
- pH
dilihat dari perubahan warna kertas pH
Nilai Normal
: 6,8-7,8
B. Pemeriksaan Mikroskopik
1. Menghitung
jumlah spermatozoa
a) Alat : - Pipet thoma leukosit
-
Kamar hitung improve
neubauer
-
Miroskop
b) Bahan : Sperma
c) Prosedur
Kerja
-
Isap sampel dengan pipet
thoma leukosit sampai tanda 0,5
-
Kemudian isap aquades sampai
tanda 11
-
Kocok pipet selama 15-30
detik
-
Siapkan kamar hitung
-
Kocok kembali pipet,
kemudian buang 3 tetes pertama cairan
-
Teteskan larutan dengan
menyinggung pingir cover glass pada kamar hitung
-
Lakukan pemeriksan dibawah
mikroskop dengan perbesaran 10x dan 40x
Normal
: 60-150 juta/ml sperma
2. Motilitas
spermatozoa
a) Alat :
- Objek glass
- Cover
glass
- Mikroskop
- Pipet
tetes
b) Bahan : Sperma
c) Prosedur
-
Teteskan satu tetes sperma
diatas objek glass
-
Kemudian tutup dengan cover
glass
-
Amati dibawah mikroskop
perbesarn 40x
-
hitung persen dari sperma
meliputi motil baik, motil kurang baik dan nonmotil
% motil baik :
Jumlah motil yang baik
Jumlah keseluruhan spema x 100%
|
|
Rumus :
|
|
|
% Motilkurang baik :
Jumlah motil kurang baik
Jumlah keseluruhan spema x 100%
|
|
|
|
% Nonmotil :
Jumlah
nonmotil
Jumlah keseluruhan spema x 100%
|
|
c. Morfologi
Sperma
1) Alat
:
-
Objek glass
-
Pipet tetes
-
Mikroskop
2) Bahan
: Sperma
3) Reagen
: Giemsa
4) Prosedur kerja
-
Siapkan alat dan bahan
-
Pengecatan sama eperti
pengecatan hapusan darah
-
Diperiksa dibawah mikroskop
dengan perbesaran 100x
dan ditetesi oil imersi.
BAB
IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Data pengamatan
a) Makroskopis Urine
Probandus :
Nama pasien : Tn. Heribertus Tena
Umur :
24 Tahun
Jenis kelamin :
Laki-Laki
|
|
A. Hasil Pengamatan pemeriksaan Makroskopis
a. Koagulasi
dan Liquifasi
Koagulasi : + Normal
: +
Liquifasi : 20 menit Normal : 15-20 menit
b. kekentalan
atau viskositas : 2 detik Normal : 2 detik
c. Volume
sperma : 2 ml Normal : 2 - 6 ml
d. Warna
Sperma : Putih Kanji Normal : Putih kanji
e. Bau
Sperma : Langu Normal : Langu
f. pH
: 9 Normal : 6,8-7,8
B. Hasil Pengamatan pemeriksan Mikroskopis:
a. Menghitung
Jumlah Spermatozoa
16
|
19
|
24
|
16
|
|
|
|
|
18
|
20
|
22
|
18
|
17
|
15
|
18
|
16
|
|
|
|
|
19
|
22
|
25
|
23
|
22
|
21
|
26
|
23
|
|
|
|
|
20
|
21
|
24
|
19
|
21
|
24
|
22
|
18
|
|
|
|
|
20
|
18
|
19
|
18
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
22
|
19
|
18
|
20
|
|
|
|
|
17
|
19
|
17
|
22
|
19
|
22
|
24
|
21
|
|
|
|
|
18
|
18
|
25
|
24
|
18
|
20
|
24
|
22
|
|
|
|
|
18
|
17
|
23
|
15
|
26
|
22
|
22
|
24
|
|
|
|
|
18
|
22
|
24
|
20
|
A B
C D
Jumlah sel sperma :
Kotak A :
318 sel
Kotak B :
326 sel
Kotak C :
343 sel
Kotak D :
317 sel
Jumlah :
1304 sel
Rumus perhitungan jumlah sel/ml :
= 1 X 20 X 1304
1 X
1 X 0,1
= 200.000 N sel/ml
Jumlah sel
spermatogenesis
= 200.000 X N
sel/ml
= 200.000 X 1304 sel/ml
= 260.800.000 atau 260,8 juta sel/sel ejakulat.
b. Motilitas atau pergerakan sperma
|
Lapang Pandang
|
Jumlah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Motil Baik
|
30
|
10
|
15
|
25
|
20
|
100
|
Motil Kurang Baik
|
15
|
10
|
8
|
10
|
15
|
58
|
Non Motil
|
15
|
20
|
10
|
13
|
12
|
70
|
Jumlah
|
60
|
40
|
33
|
48
|
47
|
228
|
Perhitungan
1) Motil
Baik = ∑ Motil baik x 100%
∑ seluruh motil
= ∑
100 x 100%
∑ 228
= 43,85 %
2) Motil
kurang Baik = ∑ Motil kurang baik x 100%
∑ seluruh motil
= ∑
58 x 100%
∑ 228
= 25,34 %
3) Non
Motil = ∑ NonMotil x 100%
∑ seluruh motil
= ∑
70 x 100 %
∑ 228
= 30,70 %
Normalnya yaitu aktif atau yang motil > 50 %
c. Morfologi
Sperma
No.
|
Bentuk
|
Lapang Pandang
|
Jumlah
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
1.
|
Normo
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Lepto
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Imature
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Piri
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Lose Head
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Terato
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Mikro
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Strongile
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar Morfologi sperma baik normal
maupun tak normal
BAB
PEMBAHASAN
Pada
hasil pemeriksaan analis sperma diperoleh pemeriksaan secara makroskopis,
pemeriksaan koagulasi dan liquifasi hasilnya positif (+) dengan liquifasi 20
menit, hal ini berarti sampelnya normal, pada pemeriksaan kekentalan atau
viskositas dari sperma tidak dilakukan percobaan sehingga tidak diketahui
kekentalannya dalam detik, pada pemeriksaan volume sperma, volume yang diperoleh atau dihasilkan
yaitu sebanyak 2 ml, sehingga normal, warna dari sperma ini putih kanji yang
merupakanwarna khas dari sperma itu sendiri, baunya langu setelah kita kibaskan
sampel kearah kita, serta pH yang ini bersifat basa, hal ini arena sperma yang
diperiksa adalah 9, ini berarti pH sperma bersifat basa, karena sperma
dibiarkan terlalu lama.
Pada
pemeriksaan mikroskopis sperma pun diperoleh dengan metode atau cara menhitung
jumlah sperma dengan kamar hitung diperoeh jumlah spermanya yaitu.......juta
sel, hal ini berarti masih dalam taraf normal, kemudian dilakukan metode
pergerakan sperma yang dteteskan pada objek glas. Pergerakkan sperma ini dibagi
lagi menjadi motil yang baik, kurang baik dan nonmotl, yang motil baik
pergerakkan sebesar 43,85 %, kurang baik 25,43 % dan nonmotil 30,70 % .masih dalam batas normal, hal ini karena pada saat pengamatan
dibiarkan terlalu lama, selain itu kurang cermat dalam melihat pergerakan motil
pada mikroskop, kemudian pemeriksaan morfologi dari sperma dengan dibuat
sediaan apusan dari mani seperti pada sediaan darah kemudian dipulas dengan
giemsa beda sperma normal dengan abnormal kuantitas dan kualitas sperma
berhubungan erat dengan kesuburan atau fertilita pria. Jika sperma baik maka
peluangnya untuk bisa membuahi sel telur dan menghasilkan kehamilan semakin
besar. Pada sediaan itu kemudian diamati bentuknya ada yang berbentuk normal,
yaitu kepala oval dan memiliki ekor, selain itu ada juga morfologi sperma yang
banormal seperti bentuk lepto, immato, piri, lose head, terato, mikro dan
strongile pada sediaan tersebut didapat bentuk normo yang terbanayk, kemudian
ada juga bentuk lepto, immato, piri, lose head dan juga terato.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada hasil pengamatan diatas baik
pemeriksaan secara makroskopis maupun mikroskopis dapat disimpulkan bahwa,
Sampel Tn. Heribertus Tena
mempunyai cairan sperma yang normal.
B.
Saran
1. Sperma
yang diperiksa tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena dapat terkontaminasi
dan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
2. Wadah penampungan sampel harus bersih, kering,
dan diberi label serta perlu pencatatan waktu pengambilan atau pengeluaran
sampel itu, sehingga tidak terjadi kekeliruan.
3. Dalam
perhitungan jumlah sperma harus dilakukan dengan teliti karena jumlahnya sangat
banyak, begitu pula pergerakan dan morfologinya.
PEMERIKSAAN
FESES LENGKAP
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja
terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri
apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol, dan sterkobilinogen.
Pada keadaan patologik seperti diare
didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan meleati saluran
pencernaan dengan cepat dan tidak dapat di absorpsi secara sempurna. Bahan
pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan. Jika pemeriksaan
sangat di perlukan tinja dapat di ambil dengan jari bersarung dari rectum.
Untuk pemeriksaan rutin sebaiknya
menggunakan tinja sewaktu dan sebaiknya tinja di periksa dalam keadaan segar
karena bila di biarkan mungkin saja unsur-unsur dalam tinja jadi rusak.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Mengetahui
adanya kelainan atau infeksi pada saluran pencernaan.
C. PRINSIP PRAKTIKUM
1. Dengan
menggunakan lidi kita dapat mengamati warna, bau, konsistensi, lendir dan darah
pada wadah tinja.
2. Pada
pemeriksaan karbohidrat, tinja di encerkan dengan lugol 1 – 2 % di objek glass
sampai sediaan tipis dan di tutup cover glass. Sedangkan pada pemeriksaan
protein tinja di encerkan dengan eosin 1 % di atas objek glass sampai sediaan
tipis dan di tutup cover glass.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
1. Pemeriksaan makroskopis
tinja
Pemeriksaan makroskopis tinja meliputi
pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit.
a.
Jumlah
Dalam
keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100 – 250 gr per hari. Banyaknya
tinja di pengaruhi jenis makana , bila banyak makan sayur jumlah
tinja meningkat.
b.
Konsistensi
Tinja
normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. pada diare konsistensi
menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras
sebaliknya di dapatkan pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus
menghasilkan tinja yang lunak dan bercampur gas.
c.
Warna
Tinja
normal kuning coklat dan warnanya dapat berubah menjadi lebih tua dengan
terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain
urobilin warna tinja di pengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan
dalam saluran pencernaan dan obat yang di makan. Warna kuning dapat di sebabkan
oleh biliverdin dan porphysin dalam mekonium. Kelabu di sebabkan karena tidak
ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang di dapat pada ikterus obstrukti,
tinja di sebut akholis. Keadaan tersebut mungkin di dapat pada defisiensi enzim
pancreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak
lemak yang tidak dapat di cerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah
pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda di sebabkan oleh
perdarahan yang segar di bagian distal. Warna coklat di sebabkan perdarahan di
bagian proksimal saluran pencernaan atau karena makan coklat, kopi. Warna
coklat tua di sebabkan urobilin yang berlebihan seperti anemia hemolitik. Warna
hitam di sebabkan obat yang mengandung besi, arang atau bismuth dan melena.
d.
Bau
Indol
, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk di
dapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak di cerna dan di
rombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Tinja yang berbau tengik atau asam di sebabkan oleh peragian gula yang tidak di
cerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu menjadi asam.
e.
Darah
Adanya
darah dalam tinja dapat berwarna meraah muda, coklat atau hitam. Darah itu
mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada
perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan
warna menjadi hitam ini di sebut melena seperti pada tukak lambung atau varices
dalam esophagus, sedangkan perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian luar tinja yang
berwarna merah muda yang di jumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum.
f.
Lendir
Dalam
keadaan normal di dapatkan sedikit sekali lender dalam tinja, terdapatnya
lendir yang banyak berarti ada rangsangan atau radang pada dinding usus. Kalau
lendir itu hanya di bagian luar tinja,
lokalisasi iritasi itu terletak pada usus besar, sedangkan bila lendir
bercampur baur dengan tinja mungkin iritasi terjadi pada usus halus. Pada
disentri, intususepsi dan ileokolitis bias lendir saja tanpa tinja.
g.
Parasit
Diperiksa
pula adanya cacing ascaris, ancylostoma dan lain – lain mungkin di dapatkan
pada tinja.
2.
Pemeriksaan
mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis
tinja meliputi protozoa, telur cacing, leukosit, eritrosit, sel epitel, Kristal
dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan
terhadap protozoa dan telur cacing.
a.
Protozoa
Biasanya
di dapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru di dapatkan
bentuk trofozoit.
b.
Telur
cacing
Telur
cacing yang mungkin di dapat adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis.
c.
Leukosit
Dalam
keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, colitis ulserosa dan peradangan di dapatkan peningkatan jumlah
leukosit. Eosinofil mungkin di temukan pada bagian tinja yang berlendir pada
penderita dengan alergi saluran pencernaan.
d.
Eritrosit
Eritrosit
hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rectum atau anus. Sedangkan bila
lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja
selalu berarti abnormal.
e.
Epitel
Dalam
keadaan normal dapat di temukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari
dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal
jarang terlihat karena sel ini biasanya rusak. Jumlah sel epitel bertambah
banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.
f.
Kristal
Kristal
dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat Kristal
tripel fosfat, calcium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan
calcium oksalat di dapatkan setelah memakan bayam atau strawberi, sedangkan
Kristal asam lemak di dapatkan setelah banyak makan lemak.
g.
Sisa
makanan
Hampir
selalu dapat di temukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu
jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa
makanan sebagian berasal dari makanan daun – daunan dan sebagian lagi berasal
dari hewan seperti serat otot, serat elastic dan lain – lain.
BAB
III
METODE
KERJA
1. Makroskopik
a)
Alat
-
Wadah penampung tinja
-
Lidi
b)
Bahan :
Tinja segar
c)
Prosedur kerja
ü Warna
tinja
·
Prinsip: menggambarkan rupa tinja yang harus di lakukan secepatnya,
setelah tinja di keluarkan.
·
Cara kerja: langsung amati
warna tinja di dalam wadah.
·
Nilai normal :
warna tinja normal adalah kuning kehitaman.
ü Bau
tinja
·
Prinsip: adanya bau cukup
membantu suatu diagnosa.
·
Cara kerja: bauhilah tinja
yang ada di dalam wadah.
·
Nilai normal: bau tinja
normal adalah bau busuk atau indol scatol.
ü Konsistensi
·
Prinsip: mengamati bentuk
konsistensi tinja apakah padat atau lembek.
·
Cara kerja: dengan
menggunakan lidi amati tinja tersebut apakah padat atau lembek.
·
Nilai normal: tinja normal
agak lunak dengan mempunyai bentuk.
ü Lendir
·
Prinsip: mengamati adanya
lender dalam tinja.
·
Cara keja: dengan
menggunakan lidi , amati apakah tinja tersebut
berlendir atau tidak.
·
Nilai normal: tinja tidak
berlendir.
ü Darah
·
Prinsip: mengamati apakah
tinja bercampur darah atau tidak.
·
Cara kerja: amati apakah ada darah atau tidak.
2. Mikroskopik
a) Alat
- Objek
glass
- Cover
glass
- Bunsen
- Pipet
- Mikroskop
b) Bahan : Tinja segar
c) Reagen
- lugol 1 - 2 %
- eosin 1 %
d) Prosedur
kerja
ü Pemeriksaan
karbohidrat
-
Siapkan alat, bahan dan
reagen yang akan di gunakan.
-
Buat suspensi tinja, dengan
cara melarutkan sebagian tinja pada aquadest, hingga mengental.
-
Teteskan 1 tetes lugol 1 – 2
% pada objek glass yang bersih dan kering.
-
Ambil suspensi tinja
menggunakan pipet, lalu campur dengan lugol pada objek glass kemudian tipis
ratakan.
-
Setelah itu tutup
menggunakan cover glass, panaskan di atas bunsen agar sediaan melekat.
-
Amati di bawah mikroskop
dengan perbesaran obyektif 10 kali dan 40 kali. Amati apakah terlihat warna
biru yang berpendar yang menunjukkan adanya karbohidrat.
ü Pemeriksaan
protein
-
Siapkan alat, bahan dan
reagen yang akan di gunakan.
-
Buat suspensi tinja, dengan
cara melarutkan sebagian tinja pada aquadest, hingga mengental.
-
Teteskan 1 tetes eosin 1 %
pada objek glass yang bersih dan kering.
-
Ambil suspensi tinja
menggunakan pipet, lalu campur dengan
eosin pada objek glass kemudian tipis ratakan.
-
Setelah itu tutup
menggunakan cover glass, panaskan di atas bunsen agar sediaan melekat.
-
Amati di bawah mikroskop
dengan perbesaran obyektif 10 kali dan 40 kali.
BAB
IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Data Pengamatan
a) Makroskopis
Feses.
Nama pasien : NN Renie Oematan
Umur :
19Tahun
Jenis kelamin :
Perempuan
|
|
Probandus :
ü Warna
tinja : Kuning
kecoklatan ( Normal )
ü Bau
tinja : Khas
ü Konsistensi : padat lunak, berbentuk : gumpalan
ü Lendir : (+) , ada sangat sedikit
ü Darah
: (-)
ü Benda asing : ada,
biji-bijian berwarna putih dan serat-serat makanan.
b) Mikroskopis Feses
ü Pemeriksaan karbihidrat
Dari
hasil pengamatan, terlihat butiran – butiran kecil yang berpendar biru.
Hal ini menunjukkan adanya karbohidrat.
ü Pemeriksaan protein.
Pada pemeriksaan ini tidak di lihat adanya protein . yang
ada hanya unsur – unsur lain
seperti Ca-oxalat, leukosit, eritrosit,
asam urat dan urat amorf.
B. Pembahasan
Warna kuning pada tinja berhubungan dengan susu, jagung, obat santonin, atau
bilirubin yang belum berubah. Bau busuk terjadi karena di dalam usus terjadi
pembusukan isinya, yaitu protein yang tidak di encerkan dan di rombak oleh
kuman- kuman. Reaksi-reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.
Bau tengik dalam tinja di sebabkan oleh
perombakan zat lemak dengan pelepasan asam-asam lemak.konsistensi tinja ini
lembek agak cair dan tidak terbentuk.selain itu,tinja ini terdapat atau
berbentuk lendir serta tercampur darah. Hal ini di sebabkan karena adanya
amoeba dan juga ada rangsangan radang pada dinding usus.
Pada pemeriksaan mikroskopik tinja meliputi :
1. Sel
epitel
Berasal
dari dinding usus bagian distal.sel epitel dari bagian proximal kadang-kadang
rusak.
2. Leukosit
Lebih jelas terlihat kalau di campur dengan larutan asam
asetat 10 %.leukosit pada jumlah besar di temukan pada penyakit disentri
basiler, colitis ulcerosa dan peradangan.
3. Eritrosit
Di temukan bila ada lesi dalam colon, rectum atau anus.
4. Kristal
Jika
ada kelainan di jumpai Kristal – Kristal tripel fosfat, calcium oxalate, dan
asam lemak.
5. Sisa
makanan
Sebagian
besar dari makanan daun – daun dan sebagian berasal dari hewan seperti serat,
otot dan serat elastik.
6. Telur
cacing
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius
vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis mungkin dapat di
lihat.
Larutan yang di pakai pada pemeriksaan mikroskopik yaitu
eosin 1 % sebagai pengencer tinja untuk melihat
protein dalam tinja. Sedangkan lugol 1 – 2 % untuk melihat karbohidrat.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan tinja secara mikroskopik, dapat
disimpulkan:
1.
Warna tinja normal yaitu
kuning kecoklatan.
2.
Bau tinja normal yaitu bau khas.
3.
Konsistensinya tidak normal
karena tinja agak cair dan tidak berbentuk.
4.
Terdapat lendir pada tinja
tersebut.
Sedangkan,
pada pemeriksaan mikroskopik tinja, didapat hasil sebagai berikut:
1. Pada
pemeriksaan protein di dalam sampel tinja ini mengandung leukosit, eritrosit,
asam urat, urat amorf, Ca-oxalat. Tidak di temukan protein.
2. Pada
pemeriksaan karbohidrat terbukti mengandung karbohidrat.
B.
Saran
1. Perhatikan kebersihan alat, bahan dan reagen yang
digunakan, agar mengurangi resiko kontaminasi.
2. Pada
saat proses pengerjaan harus hati – hati dan bersih agar tidak menyebabkan bau
di dalam laboratorium.
3. Gunakan APD (Alat Pelindung
Diri) dengan baik dan benar.
4. Di dalam Lab disarankan agar tidak terlalu banyak
berbicara.
LAMPIRAN
1.
Pemeriksaan Urine
Bakteri Calsium
phosphat
Eritrosit Kalsium oxalat
Kristal amorf urat Kristal
triple phosphat dng latar belakang hialin
Kristal asam urat
Leukosit Cystine
Metode horisson
Bilirubin
urin ( tes busa, Lugol iodin dan tes glimelin )
Tes reduksi urine
DAFTAR
PUSTAKA
Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat. Jakarta
Wijaya Kusuma, Hembring. Mengatasi imotensi secara efektif dan alamiah. PT. Media Komputindo
kelompok Gramedia. Jakarta.