Halaman

15 November 2012

Diam Tanpa kata Seperti Tembok


Matahari pancarkan cahayanya pada waktu siang , bulan pancarkan sinarnya pada waktu malam, dan sang pelangi mewarnai indahnya langit setelah Hujan pergi, sungguh semuanya indah namun tak akan indah jika ada sang manusia, ciptaan Tuhan yang sempurna. Ada kebahagiaan yang tercipta jika bersama mereka. Ada canda, ada tawa ketika hari dilalui bersama mereka, dan yang tak di inginkan pun hadir saat bersama mereka, Rasa duka dan Sedih. Sebuah ekspresi itu lahir dari wajah mereka, lahir dari tingkah mereka,. Sejenak ketika mata memandang ke atas dari luasnya langit, terbentang  awan-awan putih dilangit biru sungguh indah menyejukkan hati. seperti itulah mereka, saat lahir di dunia mewarnai hari dan menyejukkan hati namun tak selamanya mereka itu sama, mereka itu berbeda, berbeda ketika kamu berada di dekat mereka satu pribadi dan pribadi yang lainnya. Saat kamu berada di dekat mereka maka kamu akan merasakan kebahagiaan, canda, tawa, duka dan sedih. Kebahagiaan itu diekspresikan lewat berbagai hal termasuk merasakan sesuatu yang belum pernah dirasakan, namun ada satu hal yang perlu kamu ketahui saat duka dan sedih itu melanda dirimu tentunya tak satu orangpun di dunia ini yang mengharapkan hal ini terjadi, jika terjadi maka kamu akan pasrahkan diri untuk mencoba menghadapi semuanya itu, rasa sedih yang dimaksud diatas itu ketika kamu sedih tak dapat bersama seorang yang kamu inginkan, inginkan dalam hal berada didekatnya. Manusia butuh komunikasi diantara sesamanya, komunikasi yang diciptakan akan melahirkan suatu suasana yang begitu dekat antar kedua lawan bicara tersebut, hal demikian tak disangka terjadi ketika seorang mencoba membangun komunikasi itu dengan lawan bicaranya namun apa yang ia dapatkan ? sebuah respon hambar yang dirasakannya. Kamu di ibaratkan seperti tembok, mengapa tembok? Tadi kan manusia ciptaan Tuhan yang sempurna, mengapa dikatakan demikian, Tembok ? Hmm jelas sudah mengapa dikatakan tembok, coba kamu berpikir, apakah sudah gila masih waraskah kita ketika berbicara dengan tembok? :-D tentunya tembok pun tak akan meresponnya. Diam tanpa kata tanpa tindakan balik, namun ia diam membisu di tempat ia berada nah kamu pun demikian jika ingin membangun komunikasi tetapi yang didapatkan tak sesuai keinginan yah sama hasilnya Nihil. Diriku diam sejenak mencoba mengingat yang dilakukan aku pada lawan bicara aku, bagaikan berada dibawah sengatan matahari berjatuhan peluh di dahi ku ini, bagaikan menunggu hujan datang membasahi hati yang kering itulah aku meski segala upaya kucoba mendekati lawan bicara namun rasanya ia menghindar, haem ! entah kesalaha apa yang kubuat apakah mungkin ada yang merasa canggung ketika kata dan kalimat keuar dari mulutku? Siapa yang tahu? Siapa yang bisa membaca hati sesorang? Bagiku sulit menerkanya, sungguh aku menyerah. Seperti Tembok itulah dirimu, diam tak respon, berdiri kokoh. Kapan lawan bicara yang aku inginkan seperti Bulan yang pancarkan sinar malam yang indah kapan seperti kaca ketika bercermin dimana aku tersenyum kamu tersenyum?? Dan realnya kapan seperti layaknya teman sejati, lawan bicaraku yang dekat bagiku ? Hingga saat ini harapanku bagaikan butiran debu yang ditiup angin menjauh dari tempatnya pergi ke tempat lain yang tak di inginkan. Ketika hal tersebut kamu alami saat ini atau saat yang akan datang cobalah untuk terus mendekatinya membangun komunikasi yang baik dengan lawan bicaramu dan ucaplah kata maaf kepadanya jika sikapmu membuatnya tak suka. 
( ( (Ko no hanashi wa watashi no yūjin no taido ni tsuite tsutae, hobo 3-nenkan, watashi to kare no ma de tsūshin ga mainichi to tsuneni issho ni kare to issho ni iru ga, onaji basho ni, arimasendeshita dōnika shite, oshiete kuremashita. ) ) ) )

Tidak ada komentar: